Ahad 08 Jul 2018 17:26 WIB

Inggris yang Melaju dengan Pola Permainan 'Primitif'

Dier ingin generasi baru ini dapat membuka mata dunia tentang sepak bola Inggris.

Rep: Febrian Fachri/ Red: Endro Yuwanto
Pemain Inggris Harry Maguire, tengah, merayakan dengan rekan timnya setelah mencetak gol pembuka timnya selama pertandingan perempat final antara Swedia dan Inggris di Piala Dunia Sepak Bola 2018 di Samara Arena, di Samara, Rusia, Sabtu, 7 Juli 2018.
Foto: AP/Francisco Seco
Pemain Inggris Harry Maguire, tengah, merayakan dengan rekan timnya setelah mencetak gol pembuka timnya selama pertandingan perempat final antara Swedia dan Inggris di Piala Dunia Sepak Bola 2018 di Samara Arena, di Samara, Rusia, Sabtu, 7 Juli 2018.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Penampilan Inggris selama di Piala Dunia 2018 Rusia sebenarnya tidak terlalu spesial. Permainan Inggris tidak seindah permainan tim-tim unggulan, seperti Brasil, Spanyol, Prancis, dan lainnya.

Pelatih Inggris Gareth Southgate hanya meracik tim dengan pola permainan gaya lama, yaitu bermain mengandalkan kekuatan fisik dan tidak menggunakan taktik spesial. Southgate pun lebih dominan mengkutsertakan pemain-pemain dengan usia muda, punya tinggi badan di atas rata-rata, dan punya stamina yang konsisten. Sehingga, para pemain Inggris terkesan tidak kenal lelah di lapangan.

Baca Juga

Saat mengalahkan Swedia di babak perempat final Piala Dunia 2018, Ahad (8/7) dini hari WIB, Inggris memang menguasai bola di atas 50 persen. Itupun karena kebetulan Swedia juga menerapkan negative football.

Starting XI yang dimainkan Southgate rata-rata punya tinggi badan di atas 1,75 meter. Jordan Henderson 1,83 meter. Kane, Dele Alli, Eric Dier, kompakan 1,88 meter. Termasuk dua dari tiga barisan bek tengah Harry Maguire dan John Stones juga punya tinggi badan 1,88 meter. Hanya Kyle Walker yang sedikit lebih pendek 1,78 meter.

Fisik pemain dengan kondisi seperti itu membuat permainan Inggris jadi terkesan menoton. Setidaknya hanya kehadiran pemain relatif pendek seperti Raheem Sterling dan Jesse Lingard yang sesekali hadir untuk mengobrak-abrik pertahanan lawan dengan terobosan solo run dan meliuk-liuk ke melewati lawan.

Menurut Dier, kunci permainan Inggris bisa melangkah jauh karena semua pemain disiplin. Para penggawa The Three Lions, kata pemain Tottenham Hotspur, itu punya mental untuk bangkit dari keterpurukan, hormat dengan apapun keputusan pelatih, dan fokus kepada setiap pertandingan yang dihadapi. Bahkan Dier yakin dengan bekal yang  dimiliki ini, bisa menjadi jaminan untuk membawa Inggris mengakhiri puasa gelar Piala Dunia.

"Kami memiliki attitude yang baik. Kuat secara mental dan selalu siap bertarung," kata Dier dikutip dari London Football News.

Dier ingin generasi baru ini dapat membuka mata publik sepak bola dunia kalau Inggris sekarang bukan lagi negara yang baik untuk kompetisi liga. Inggris, lanjut dia, akan kembali ke dalam peta persaingan setiap turnamen besar baik level dunia maupun Eropa.

Sebelum era Southgate menjadi pelatih, Inggris disebut dalam generasi emas dalam dua dekade terakhir. Inggris bertabur pemain bintang dari klub-klub ternama dunia di setiap lini. Yaitu generasi Frank Lampard, Steven Gerard, John Terry, Rio Ferdinand, Wayne Rooney, David Beckham, dan lain-lain.

Namun kekuatan Inggris di masa tersebut tidak sesuai harapan. Inggris mudah keok dari tim-tim kuda hitam dan juga tim besar. Banyak analis menilai pelatih-pelatih yang menangani the Three Lions gagal meredam ego para bintang.

Bedanya dengan Southgate sekarang, Inggris bukan lagi dengan taburan pemain besar. Inggris di bawah Southgate adalah tim dengan usia muda dan pemain-pemain haus akan gelar prestisius. "Kami tidak punya waktu memikirkan masa lalu. Kami harus fokus dan saya pikir kami semua kini melakukannya dengan benar," kata Dier menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement