Rabu 11 Sep 2019 12:31 WIB

UMM Uji Konsep RUU Sistem Pendukung Lembaga Perwakilan

Saat ini DPR RI dituntut tinggi untuk bergerak dan fokus melakukan reformasi internal

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Gita Amanda
Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik  Indonesia (DPR RI) secara khusus telah meminta Fakultas Ilmu Sosial dan  Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) untuk menguji  konsep rancangan undang-undang (RUU) tentang Sistem Pendukung Lembaga  Perwakilan.
Foto: Dok Humas UMM
Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) secara khusus telah meminta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) untuk menguji konsep rancangan undang-undang (RUU) tentang Sistem Pendukung Lembaga Perwakilan.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) secara khusus telah meminta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) untuk menguji konsep rancangan undang-undang (RUU) tentang Sistem Pendukung Lembaga Perwakilan. Permintaan ini telah diungkapkan pihak terkait, pada awal pekan ini.

Ketua Tim Uji Konsep RUU, Khopiatuzaidah menjelaskan, pengujian konsep RUU di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UMM guna mendapatkan masukan terkait naskah akademik. "Dan Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Pendukung Lembaga Perwakilan,” ungkap Khopiatuzaidah, melalui keterangan resmi yang diterima Republika.co.id.

Baca Juga

Menurut Khopiatuzaidah, pengujian naskah akademik dan Rancangan Undang-undang ini berkenaan dengan tugas dukungan keahlian terhadap pelaksanaan fungsi Legislasi DPR RI. Apalagi, ia mengungkapkan, Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI telah membentuk tim penyusunan konsep awal Naskah Akademik dan RUU ini.

Khopiatuziadah mengatakan, saat ini DPR RI dituntut tinggi untuk bergerak dan fokus melakukan reformasi internal. Tujuannya tak lain untuk menguatkan fungsi legislasi dan fungsi-fungsi lainnya. Sebab, kekuatan parlemen bukan hanya terletak pada anggota dewan.

Secara teori, anggota legislatif memerlukan sistem dukungan untuk mengoptimalkan pelaksanaan tiga fungsi dewan. Antara lain sebagai legislasi, pengawasan dan anggaran. “Misalnya fungsi legislasi, yakni pembentukan peraturan perundang-undangan, diperlukan perancang undang-undang, perancang peraturan perundang-undangan, dan penelitian,” katanya.

Atas darsar tugas ini, DPR membutuhkan peneliti dari perguruan tinggi untuk terlibat dalam menjalankan fungsi legislasi. Terlebih, semua rancangan sistem pendukung telah tersusun dalam naskah akademik RUU Sistem Pendukung Lembaga Perwakilan.

Uji konsep Naskah Akademik dan RUU ini dihadiri sejumlah dosen pakar FISIP UMM dari berbagai bidang keahlian. Pakar ilmu pemerintahan FISIP UMM, Tri Sulistyaningsih, berpendapat pengesahan RUU ini memang diperlukan. Namun juga perlu dibuat seramping mungkin agar tidak terlalu berlebihan untuk pemerintahan.

Tri Sulistyaningsih juga menyarankan agar perekrutan sumber daya manusia dalam Sistem Pendukung Lembaga Perwakilan diterapkan standar seleksi atau standardisasi. “Dewan itu, kan, organisasi politik, bukan organisasi karir. Oleh karena itu dari sisi perekrutan SDM ini perlu dilakukan standardisasi,” ungkap Tri yang juga asesor BAN-PT ini.

Pendapat Tri Sulis melengkapi usulan pakar komunikasi FISIP UMM, Frida Kusumastuti. Frida juga mengungkapkan betapa pentingnya sertifikasi bagi tenaga ahli yang akan direkrut dalam Sistem Pendukung Lembaga Perwakilan. Uji konsep ini sendiri diadakan selama tiga hari, yakni 9 hingga 11 September 2019.

Dari sisi konten naskah akademik, Pakar sosiologi FISIP UMM, Wahyudi mengkritisi konten naskah akademik yang belum mengakomodasi area komunikasi publik. Lima area yang diusung dalam RUU Sistem Pendukung Lembaga Perwakilan sudah baik. Namun ada hal yang harus ditambahkan, yakni area komunikasi publik.

“Legislatif harus memiliki wadah yang komprehensif untuk menjalankan fungsi ruang-ruang publik di masyarakat. Ada banyak kesalahpahaman di masyarakat tentang image DPR yang belum terselesaikan. Dengan adanya UU ini saya harap fungsi komunikasi publik itu semakin kuat,” jelas Wahyudi yang merupakan dosen Sosiologi Politik ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement