Selasa 04 Feb 2020 18:38 WIB

'Guru Honorer Butuh Penguatan Kompetensi'

Selama ini, pelatihan terhadap guru honorer hanya sebatas di ranah administratif

Rep: my28/ Red: Fernan Rahadi
Demo guru honorer yang tergabung dalam PGRI.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Demo guru honorer yang tergabung dalam PGRI.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Komisi II DPR RI dengan Kementerian PAN-RB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) baru-baru ini menyepakati penghapusan tenaga honorer lingkup instansi pemerintah pusat dan daerah secara keseluruhan. 

Wacana penghapusan tersebut dinilai tidak selaras dengan perhatian yang diberikan pemerintah terhadap kesejahteraan tenaga honorer, khususnya para guru. Pendiri  Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Muhammad Nur Rizal menjelaskan posisi guru honorer saat ini belum kuat dan cenderung dikesampingkan.

Padahal menurut Rizal realitas di lapangan menunjukkan bahwa para tenaga pendidik yang bertindak di kelas mayoritas adalah guru honorer.  Oleh karena itu, diperlukan upaya penguatan guru honorer agar mampu membangun interaksi langsung pada peningkatan kompetensi para murid. 

“Mereka butuh penguatan pada aspek profesionalisme, kompetensi yang berdampak terhadap perannya di sekolah masing-masing” tutur Rizal kepada Republika saat kegiatan 'Workshop Guru Pegawai Honorer Lepas (PHL)' di Sleman, Senin (3/2).

Dosen Fakultas Teknik UGM ini menjelaskan bahwa guru honorer yang belum memiliki harapan menjadi PNS hendaknya dibantu dalam upaya peningkatan kompetensinya.   Adanya penguatan kompetensi menjadi langkah strategis dalam menghadapi kebijakan penghapusan tenaga honorer.

“Dengan pola pikir yang baru, kepercayaan diri yang baru, guru honorer ini bisa saja membuka les memberikan pengajaran ditempat waktu yang lain,” tutur Rizal.

Rizal memaparkan bahwa setelah adanya penguatan yang diberikan terhadap guru honorer, maka dilakukan pengukuran pada pengembangan personal diri, perubahan perilaku kelas serta berimbas terhadap guru dan sekolah lainnya. 

Menurut dia, selama ini pelatihan terhadap guru honorer hanya sebatas di ranah administratif, terfokus pada penyelesaian keperluan administrasi yang diperlukan daerah.  Ia menambahkan, hal ini berbanding terbalik dengan tuntutan bagi PNS.  Seorang PNS mendapat tunjangan untuk meningkatkan kompetensi profesionalisme secara rutin. Sekalipun, realitasnya ditujukan dalam bentuk pembelanjaan atau pelayanan lain.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement