Selasa 02 Jul 2019 22:43 WIB

Menguatkan Pancasila Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0

Pancasila menurut pendiri bangsa, merupakan cita-cita bangsa yang harus diwujudkan

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Deputi Pengkajian dan Materi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Adji Samekto menghadiri  kegiatan Pembukaan Beasiswa Pelatihan dan Sertifikasi Talenta Digital (Digital Talent Scholarship 2019) yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) di Gedung Pusat Robotika ITS, Senin (1/7).
Foto: dok
Deputi Pengkajian dan Materi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Adji Samekto menghadiri kegiatan Pembukaan Beasiswa Pelatihan dan Sertifikasi Talenta Digital (Digital Talent Scholarship 2019) yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) di Gedung Pusat Robotika ITS, Senin (1/7).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Deputi Pengkajian dan Materi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Adji Samekto menghadiri  kegiatan Pembukaan Beasiswa Pelatihan dan Sertifikasi Talenta Digital (Digital Talent Scholarship 2019) yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) di Gedung Pusat Robotika ITS, Senin (1/7). Adji pun memberikan pembekalan tentang wawasan kebangsaan dalam menghadapi era Revolusi Industri 4.0. 

Adji dalam kuliah umum mengusung tema 'Mempromosikan Pancasila untuk Tanggulangi Intoleransi, Radikalisme, dan Terorisme'. Adji mengatakan, intoleransi adalah sikap tidak bersedia menerima kehadiran kelompok lain yang berbeda dari sisi suku, ras, agama, dan aliran politik. Adapun radikalisme adalah suatu gerakan yang bersumber dari pemikiran atau a set of ideas yang memaksakan perubahan dengan cara ekstrem untuk mencapai tujuannya.

Kemudian, terorisme merupakan gerakan yang bersumber dari pemikiran atau a set of ideas yang untuk mencapai tujuannya dilakukan dengan cara-cara bertentangan dengan nalar dan menimbulkan ketakutan umum.

“Intoleransi, radikalisme, dan terorisme merupakan potensi-potensi yang setiap kali kini bisa muncul dalam masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah lunturnya semangat kebangsaan di kalangan masyarakat bangsa Indonesia," kata Adji dalam siaran kepada Republika, Selasa (2/7).

Padahal, lanjut dia, sesungguhnya kebangsaan ah yang dapat mempersatukan seluruh warga Indonesia. "Dalam sejarah lahirnya Pancasila pun, Sukarno pada tanggal 1 Juni 1945, menyatakan kebangsaan merupakan prinsip penting yang menjadi dasar Negara Indonesia nantinya," ujar Adji.

Namun kini, lanjut Adji, upaya mengarusutamakan kebangsaan diadang oleh sikap-sikap dan budaya baru imbas globalisasi dan pasar bebas, seperti fundamentalisme pasar, kosmopolitanisme, individualisme, dan antipluralisme, serta tumbuhnya ideologi transnasional. "Sesungguhnya bangsa Indonesia telah memiliki dasar negara, pandangan hidup dan ideologi yang mampu menjadi pemersatu bangsa dan menjadi sarana bertahannya bangsa Indonesia, yaitu Pancasila," katanya.

Menurut Adji, Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup dan ideologi sesungguhnya bukan sekadar penuntun tingkah laku semata, tetapi lebih dari itu. Dia menyatakan, Pancasila menurut pendiri bangsa, merupakan cita-cita bangsa yang harus diwujudkan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. "Upaya mewujudkannya melalui tindakan-tindakan konkret, yaitu pembangunan bangsa yang dilaksanakan secara menyeluruh, terencana dan dilakukan bertahap," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement