Kamis 24 Jan 2019 15:46 WIB

IGI: Perubahan NISN ke NIK Menyulitkan Deteksi Ijazah Palsu

Perubahan ini harus dibuat dengan sistem terpadu yang terproteksi dengan baik

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Esthi Maharani
Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim (tengah)
Foto: Gumanti Awaliyah / Republika
Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tahun ini, pemerintah akan mengintegrasikan Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) menjadi Nomor Induk Kependudukan (NIK). Kendati demikian, kebijakan tersebut masih memicu polemik dari beberapa pihak.

Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli menilai perubahan nomor induk ini harus dibuat dengan sistem terpadu yang terproteksi dengan baik. Jika tidak, maka dia khawatir perubahan ini hanya akan berdampak buruk bagi pendidikan Indonesia.

“Misalnya kita curiga ketika NISN diubah jadi NIK, akan repot nantinya mendeteksi ijazah palsu,” ungkap Ramli saat dihubungi Republika, Kamis (24/1).

Selain itu, penggunaan NIK juga dinilai terlalu umum. Tidak ada pembeda mana siswa dan bukan siswa, karena semua penduduk menggunakan NIK sebagai nomor induknya.

“NISN diharapkan bisa mendeteksi siswa sejak awal, kalau pakai NIK terlalu umum jadinya,” kata dia.

(Baca: Perubahan NISN ke NIK Butuh Sosialisasi Masif)

Sebelumnya, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) juga mempertanyakan urgensi pergantian Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) menjadi Nomor Induk Kependudukan (NIK). Terlebih jika kebijakan tersebut akan direalisasikan tahun ini.

Satriwan mengaku khawatir, pergantian NISN menjadi NIK tersebut malah mengganggu sistem pengadministrasian data siswa selama ini yang sudah ada dalam data pokok pendidikan (Dapodik). Seperti dalam proses pendaftaran ke pangkal data siswa dan sekolah (PDSS), yang mana sistem PDSS masih mengacu pada NISN.

Diketahui, mulai tahun ajaran 2019/2020 pemerintah bakal mengintegrasikan Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) menjadi Nomor Induk Kependudukan (NIK). Pengintegrasian data tersebut bertujuan untuk mendukung program wajib belajar 12 tahun dan penerimaan peserta didik baru (PPDB) sistem pendidikan lainnya yang berbasis zonasi.

Dengan begitu, nantinya NISN tidak akan ada lagi dan siswa hanya memiliki satu nomor identitas yaitu NIK.

“Hari ini kami memastikan bahwa MoU itu jalan di lapangan dan yang paling penting, nanti itu seluruh siswa itu tidak lagi memakai NISN cukup dengan NIK karena kita akan mengintegrasikan antara data pokok pendidikan (dapodik) dan data kependudukan dan pencatatan sipil,” kata Muhadjir usai menerima kunjungan Dirjen Dukcapil Kemendagri di Jakarta, Selasa (22/1).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement