Rabu 05 Dec 2018 15:00 WIB

Pemerintah Perlu Peraturan Menteri untuk Formasi PPPK Guru

Guru honorer menggugat aturan tentang PPPK.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Ratna Puspita
Ilustrasi guru honorer menggelar aksi.
Foto: Antara/Kahfie Kamaru
Ilustrasi guru honorer menggelar aksi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) memenuhi undangan Presiden RI Joko Widodo di Istana Merdeka Jakarta, Rabu (5/12). Kedatangan PGRI ke istana bertujuan untuk membahas permasalahan guru, khususnya terkait Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang baru diterbitkan beberapa hari yang lalu.

Pada kesempatan ini, Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi meminta agar pemerintah membuat Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi BIrokasi (PermenPAN-RB) tentang Formasi Khusus PPPK bagi guru dan tenaga kependidikan.

"Barusan kami diundang ke Istana. Terkait honorer kami minta PermenPAN-RB Formasi Khusus PPPK Guru dan Tenaga Kependidikan," kata Unifah di Jakarta, Rabu (5/12).

Kendati demikian, Unifah mengaku belum bisa menjabarkan lebih jelas apa hasil dari pertemuan dengan Presiden Joko Widodo. "Nanti ya, kami belum sempat sampaikan kepada teman-teman. Intinya Presiden menyampaikan ada pergeseran fokus Pembangunan SDM ke depannya," jelas Unifah.

Pada Selasa (4/12), Forum Honorer Kategori Dua PGRI (FHK2-PGRI) juga menggugat PP 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) ke Mahkamah Agung (MA). Dalam gugatannya, FHK2-PGRI meminta aturan yang baru diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo dicabut.

Aturan tersebut dinilai tidak memberi keadilan dan tidak memberi kepastian hukum kepada para honorer. Pengurus Pusat FHK2-PGRI Riyanto Agung Subekti menegaskan, PP 49/2018 tentang Manajemen PPPK ini bertentangan dengan azas kepastian hukum dan rasa keadilan, sehingga PP ini secara tegas ditolak oleh forum honorer K2.

"Kami sudah mendapatkan salinannya, dan ada beberapa catatan untuk PP 49/2018. Misalnya, PP ini memiliki tenggang waktu pelaksanaan 2 tahun sejak penetapannya jadi PP ini pun tidak bisa dilaksanakan karena harus menunggu 2 tahun. Seleksi PPPK juga dilakukan sebagaimana seleksi pegawai baru, tidak perhatikan masa kerja sebelumnya," kata Riyanto kepada Republika, Selasa (4/12).

Dia menilai, penerapan masa kontrak bagi PPPK juga bertentangan dengan Undang-undang (UU) Perburuhan. Sebab, masa kontrak kerja hanya maksimal dua kali satu tahun sebelum diangkat sebagai pegawai tetap.

Sementara, masa kontrak PPPK adalah minimal satu tahun atau maksimal lima tahun untuk satu periode kontrak."Peraturan pemerintah yang membuat resah, honorer galau nasibnya semakin susah," jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement