Kamis 22 Mar 2018 16:02 WIB

'Guru dan Masyarakat Butuh Sistem Pendidikan Alternatif'

Platform GSM diharapkan dapat memperbaiki kondisi gawat darurat pendidikan

Gerakan Sekolah Menyenangkan
Foto: GSM
Gerakan Sekolah Menyenangkan

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Puluhan guru dari berbagai sekolah di Tangerang dan Tangerang Selatan yang telah mengikuti pelatihan Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) akhir tahun 2017 lalu mengunjungi beberapa sekolah model GSM di Yogyakarta, 21-23 Maret ini.

Rangkaian kunjungan antara lain ke SD negeri Karangmojo 2 Gunungkidul, SD Negeri Rejodani Sleman, SMP N Girimulyo Kulonprogo, dan SD Muh Mantaran Sleman, masyarakat bersama dinas pendidikan. Kegiatan ini difasilitasi oleh perusahaan Sinarmasland melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) yang ingin terlibat memperbaiki wajah pendidikan Indonesia melalui pendekatan alternatif akar rumput GSM.

Maria C Oktaviana selaku pemimpin rombongan mengungkapkan bahwa kunjungan ke Yogyakarta sudah direncanakan yakni dengan menyeleksi sekolah yang telah ikut pelatihan GSM dan memulai praktik perubahan.

"Mereka dapat berjejaring dengan para pioneer GSM, mendapatkan ketrampilan baru, serta melakukan sharing akan tantangan dan metode praktis yang dibutuhkan di lapangan sehingga pengalaman mereka nantinya dapat dibagikan ke guru atau sekolah binaan lain yang tidak ikut," ujarnya dalam siaran pers yang diterima Republika, Kamis (22/3).

Lambatnya respons pemerintah dalam meracik ulang sistem pendidikan yang membuat anak bahagia di sekolah serta mandiri dalam belajar, mendorong pendiri GSM, Muhammad Nur Rizal, semakin giat memperkenalkan GSM sebagai pendekatan alternatif yang diyakini sesuai kebutuhan generasi milenial serta cita-cita bapak pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara, yakni mendirikan sekolah sebagai taman.

"Persoalan di era disrupsi inovasi teknologi adalah bukan pada penguasaan teknologinya, melainkan attitude atau tanggung jawab kita dalam memanfaatkan teknologi agar berdampak positif bagi kemanusiaan dan peradaban. Dan hal itu harus dimulai dari pendidikan dasar agar tidak terlambat," kata Rizal yang telah menyelesaikan PhD di bidang teknologi informasi di kampus Monash University, Australia tersebut.

Kunjungan ini adalah salah satu platform GSM untuk memungkinkan guru saling berjejaring, mengembangkan kapasitas profesional, bertukar praktik pendidikan dan kebudayaan dengan lebih konstruktif, kreatif dan efektif. Sehingga pendidikan bermutu untuk generasi milenial akan inklusif atau dapat dirasakan oleh semua sekolah tanpa terkecuali, khususnya sekolah negeri atau terpinggirkan.

Pendekatan akar rumput ini diharapkan menjadi langkah alternatif yang berbeda dari narasi pengembangan pendidikan yang ada, dimana pengembangan pendidikan selalu berasal top down dari pemerintah atau program bantuan asing. Jikapun ada dari masyarakat atau swasta, sifatnya lebih pada bantuan akses atau infrastruktur seperti beasiswa, bedah kelas atau pengiriman guru bantu. 

"Sebaliknya, GSM menawarkan reformasi pada jantung atau pusat sistem pendidikan yakni mulai mindset, metode pengajaran, interaksi sosial, lingkungan belajar positif hingga ekosistem sekolah yang melibatkan," kata Novi Candra, salah satu inisiator GSM yang juga dosen fakultas Psikologi UGM.

Platform GSM diharapkan dapat menjadi counter narrative untuk memperbaiki kondisi 'gawat darurat pendidikan' yang telah dikemukan pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di antaranya maraknya kekerasan dan rendahnya nilai Program International Student Assessment (PISA) Indonesia.

Akar persoalan ini yang harus dibenahi dengan pendekatan tidak biasa dan tidak bisa prosedural. Itulah yang sekarang sedang diperjuangkan GSM dengan melibatkan sukarelawan, guru sebagai penerima manfaat tanpa memandang etnis atau keyakinan. "Kita sedang bekerja bersama untuk wajah masa depan pendidikan Indonesia yang memanusiakaan dan memerdekakan," tutur Rizal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement