Rabu 07 Feb 2018 11:34 WIB

JK Ajak Peserta Rembuk Nasional Kemendikbud Doakan Guru Budi

JK menilai telah terjadi perubahan dalam pendidikan.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Sianit Sinta menujukkan foto mendiang suaminya Ahmad Budi Cahyanto guru SMAN 1 Torjun yang tewas dipukul siswanya sendiri, di Desa Tanggumung, Sampang, Jawa Timur, Sabtu (3/2).
Foto: Antara
Sianit Sinta menujukkan foto mendiang suaminya Ahmad Budi Cahyanto guru SMAN 1 Torjun yang tewas dipukul siswanya sendiri, di Desa Tanggumung, Sampang, Jawa Timur, Sabtu (3/2).

REPUBLIKA.CO.ID,  DEPOK -- Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla memberikan arahan dalam Rembuk Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2018. Dalam pembukaan pidatonya, wakil presiden meminta kepada seluruh peserta untuk mendoakan seorang guru honorer SMAN 1 Torjun, Kabupaten Sampang, Ahmad Budi Cahyono (26) yang meninggal dunia akibat dianiaya oleh muridnya yakni HI (17).

"Marilah kita menyampaikan doa atas meninggalnya seorang guru di Madura, Pak Ahmad," ujar Jusuf Kalla, Rabu (7/2).

Jusuf Kalla mengatakan, guru honorer tersebut telah berjuang untuk kepentingan bangsa dan negara meskipun hanya digaji sebesar Rp 400 ribu. Tak hanya itu, Guru Budi juga telah memberikan sumbangsih untuk memajukan dunia pendidikan, walaupun mendapatkan musibah dianiaya oleh muridnya sendiri.

Jusuf Kalla menilai, kejadian tersebut menandakan bahwa telah terjadi perubahan dalam pendidikan. Dia mencontohkan, di kampungnya yakni Makassar ada pepatah bahwa murid dilarang mencela guru.

"Kalau dulu di kampung saya di Makassar ada adat yang mengatakan, mencela atap rumah guru pun tidak boleh apalagi melawan guru," kata Jusuf Kalla.

Jusuf Kalla menilai situasi ini menjadi bagian dan faktor yang harus diperhatikan dalam dunia pendidikan.

Diketahui,Polres Sampang sebelumnya sudah menetapkan HI sebagai tersangka karena menganiaya gurunya hingga tewas. HI diduga melakukan penganiayaan karena tersinggung saat ditegur oleh gurunya.

Polisi menjerat pelaku dengan Pasal 351 ayat 3 KUHP dengan ancaman maksimal 7 tahun penjara. Sebelum menetapkan pelaku sebagai tersangka, penyidik sudah memeriksa sembilan saksi dan mengumpulkan beberapa dokumen hasil pemeriksaan tubuh korban. Dokumen tersebut yakni dari Puskesmas Jrengik, RSUD Sampang maupun Rumah Sakit dr Soetomo Surabaya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement