Kamis 23 Nov 2017 16:57 WIB

Pendidikan Dituntut Hasilkan Generasi Emas

Dr. Faizah Ali Syibromalisi dalam acara Konferensi Internasional Studi Islam atau Annual International Conference on Islamic  Studies (AICIS) 2017 di ICE BSD Serpong, Tangerang Selatan, Banten.
Foto: Dok. Istimewa
Dr. Faizah Ali Syibromalisi dalam acara Konferensi Internasional Studi Islam atau Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2017 di ICE BSD Serpong, Tangerang Selatan, Banten.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendidikan Indonesia dituntut menghasilkan generasi emas yang kuat secara akhlak, pikiran, badan. Tujuan ini bisa diwujudkan dengan mengarahkan pendidikan di rumah dan sekolah selaras dengan sila-sila Pancasila. Di samping itu, dunia pendidikan Indonesia harus menghasilkan generasi bangsa yang moderat. 

Hal itu diungkapkan Dr Faizah Ali Syibromalisi dalam acara Konferensi Internasional Studi Islam atau Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2017 di ICE BSD Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (21/11). Pembicara dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu menyampaikan, tidak mudah merealisasikan generasi emas yang  tangguh secara akhlak, pikiran dan fisik. Peran keluarga dalam hal itu dinilai sangat besar.

“Generasi kita akan kuat dengan dua kearakter: kepercayaan diri dan akhlak. Selin itu, pendidikan anak harus selaras dengan nilai-nilai Pancasila,” tegasnya dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id. 

Faizah menambahkan, penguatan karakter anak akan menghasilkan output generasi yang kuat menghadapi berbagai ancaman terhadap negara. Sehingga, mereka dengan sendirinya menjadi penjaga Tanah Airnya. Namun demikian, dalam prosesnya tak jarang orang tua menghadapi berbagai tantangan.

“Salah satu tantangan keluarga adalah kesibukan ibu di luar rumah. Hal ini turut mempengaruhi kepribadian anak. Kebutuhan anak bukan hanya materi, tetapi juga nonmateri termasuk pendidikan,” ujarnya.

Hubungan anak dengan lingkungan sekitar, bacaan, tulisan, dan lain-lain lanjutnya, menjadi dasar pembentukan kepribadian anak. Tantangan lainnya adalah kemajan teknologi seperti alat-alat komunikasi dan lain-lain. Faizah mengatakan, teknologi ibarat dua mata pisau yang bisa membawa manfaat atau bencana, sebab di dalamnya terdapa hal-hal yang terlarang, seperti pelajaran mengenai terorisme, narkoba, seks bebas, dan lain-lain.

Sementara Dr Aisha Fathi Yakan, Pembicara dari Jinan University, Tripoli, Lebanon menambahkan, pendidikan moderat menjadi tanggung jawab seluruh warga, di mana seluruh komponen masyarakat ikut berperan. “Peranan itu dalam segala dimensi kehidupan. Baik keluarga, kampus, lingkungan sekitar, dan lain-lain,” kata dia. 

Selain dua pembicara di atas, forum diskusi dengan tema Promoting Humatinarian Work for the Development of Islamic Science and Humanistic Studies itu juga dihadiri Prof Dr Said Rashid al-Jabiri dari Canadian University of Dubai dan Prof Dr Ahmed Omar Chapakia dari University of Pattani, Thailand. Diskusi dipimpin Dr Amani Lubis MA dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Diketahui, diskusi ini merupakan rangkaian acara International Islamic Education Exhibition (IIEE) atau Pameran Pendidikan Islam Internasional 2017 yang dilaksanakan Direktorat Pedidikan Islam Kemenag.  Selain diskusi dan seminar, IIEE juga diisi sejumlah agenda, di antaranya Deklarasi Jakarta, Apresiasi Pendidikan Islam (API), Anugrah Guru Madrasah Berpestasi (Gupres), Seminar Internasional tentang Studi Pesantren, Kompetisi Robotik Madrasah, dan Pentas Dongeng Islami PAI. Rencananya, acara pembukaan malam ini (21/1) bakal dibuka Wakil Presiden Jusuf Kalla dan dihadiri 4.000 peserta.

sumber : kemenag.go.id
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement