Ahad 29 Oct 2017 19:38 WIB

Kementerian Agama Bahas Hasil Penilaian Buku Teks PAI

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agus Yulianto
Para siswa yang ada di MTSN Karangampel membaca buku pada peluncuran Gerakan Madrasah Literasi oleh Pemkab Indramayu bersama dengan Kantor Kementrian Agama, di MTS Negeri Karangampel (Ilustrasi)
Foto: Republika/Lilis Sri Handayani
Para siswa yang ada di MTSN Karangampel membaca buku pada peluncuran Gerakan Madrasah Literasi oleh Pemkab Indramayu bersama dengan Kantor Kementrian Agama, di MTS Negeri Karangampel (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi dari Kementerian Agama (Kemenag) baru saja menyelenggarakan pembahasan hasil penilaian buku teks Pendidikan Agama Islam (PAI) pada jenjang pendidikan menegah. Ada beberapa alasan mengapa Kemenag menggelar pembahasan hasil penilaian buku teks PAI.

Kapuslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajamenen Organisasi dari Kemenag Choirul Fuad Yusuf mengatakan, program penilaian terhadap buku teks pendidikan agama sudah dilakukan sejak sekitar tiga tahun lalu. Ada beberapa alasan mendasar mengapa peru dilakukan penilaian terhadap buku teks PAI untuk jenjang pendidikan dasar, menengah dan perguruan tinggi.

"Ada beberapa hal yang melatarbelakangi, mengapa buku-buku pendidikan agama termasuk buku pendidikan agama Islam perlu dilakukan penilaian," kata Choirul kepada Republika.co.id, Ahad (29/10).

Choirul mengatakan, yang pertama alasan yuridis, apapun urusan agama menjadi tanggung jawab menteri agama. Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan menyebutkan, masalah pendidikan menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Terkait pendidikan keagamaan, diselenggarakan dan menjadi tanggung jawab Kemenag.

Kemudian, dalam UU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan disebutkan perlunya pembinaan dan pengawasan terhadap buku pendidikan. Terhadap buku teks, non teks dan buku umum. Maka, buku-buku tersebut perlu dibina, dikembangkan, diawasi dan dikontrol.

"Dari situ maka implikasinya, semua buku pendidikan agama, baik itu pendidikan agama Islam, Kristen, Hindu, Budha, Katolik harus dilakukan pengawasan, pembinaan dan penilaian," ujarnya.

Dia menambahkan, agar buku-buku yang dipakai terutama buku teks yang dipakai di sekolah bisa dinilai sejauh mana tingkat kelayakannya. Tingkat kelayakan buku diukur dari sejauh mana kesesuaiannya dengan materi atau standar kompetensi.

Misalkan, buku untuk sekolah dasar harus mengajarkan hal-hal yang perlu diajarkan kepada anak-anak di tingkat sekolah dasar. Begitu pula buku untuk tingkat sekolah menengah. Kemudian, sejauh mana buku tersebut sesuai dengan prinsip kebangsaan. Apakah buku-buku tersebut sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, prinsip Kebinekaan, prinsip kemajemukkan dan prinsip NKRI.

"Jadi dalam hal ini kalau ada buku yang mengusung khilafah, negara Islam atau negara apa, itu harus dinilai buku itu tidak layak, harus dilarang," ujarnya.

Dikatakan Choirul, khusus untuk melakukan penilaian terhadap buku pendidikan agama Islam, maka ada Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 437 tentang Pentashihan Buku-Buku yang Memuat Tulisan Ayat-ayat Alquran. KMA tersebut mengatakan, semua buku yang diterbitkan Kemenag harus dilakukan penilaian oleh Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi.

"Karena di dalam KMA Nomor 437 ada ketetapan, buku agama harus sesuai dengan ayat Alquran, hadis harus benar, terjemahannya harus benar, buku pendidikan agama Islam juga harus mengikut transliterasi arab-latin," ujarnya. Buku pendidikan agama merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pendidikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement