REPUBLIKA.CO.ID, CAPE TOWN -- Anak-anak gelandangan di Cape Town, Afrika Selatan, dalam pekan-pekan mendatang tidak boleh masuk pusat kota. Cape Town bersolek menjelang kejuaraan sepak bola Piala Dunia. "Unsur-unsur mengganggu," seperti anak-anak gelandangan dikirim ke kemah jauh di luar kota.
Para pengecam langkah kontroversial mengirim anak-anak gelandangan ke luar kota berpendapat Cape Town ingin menghindari para tamu melihat unsur tidak layak kota itu. Walau demikian juru bicara pemkot, Kylie Hatton, dengan tegas menyatakan tidak ada dan tidak akan ada kampanye pembersihan kota.
Di lain pihak, dengan datangnya ribuan orang untuk pertandingan Piala Dunia, dikhawatirkan anak-anak jalanan itu akan jadi mangsa empuk kaum pedofil yang suka mencabuli anak-anak.
Berbicara pada konferensi prostitusi anak-anak dan Piala Dunia yang diselenggarakan di Cape Town, Professor Susan Kreston, pakar perdagangan anak-anak mengatakan,"Kalau 99 persen fans sepak bola datang untuk tujuan yang baik dan sah, satu persennya akan memanfaatkan Piala Dunia sebagai tameng upaya tidak terpuji mereka mencari anak-anak jalanan untuk dicabuli."
Walau begitu, Charmane Cermishuys, manager 'Homestead' proyek untuk anak-anak di Cape Town menyatakan bahwa anak-anak jalanan ini lebih cepat menjadi mangsa pecandu obat bius atau gangster. "Walaupun ada kemungkinan anak-anak itu menjadi korban pedofil selama kejuaraan Piala Dunia, tidak bisa dikatakan bahwa sekarang kita lebih prihatin dari yang sudah-sudah."
Charmane Germishuys mengakui bahwa pihaknya prihatin juga anak-anak akan berdatangan mengemis ke Cape Town karena tahu wisatawan membanjiri kota itu. Tetapi ia tidak setuju bahwa memindahkan anak-anak itu secara massal merupakan cara yang tepat untuk menangani masalah ini.
Diusulkannya supaya pemkot Cape Town mengadakan aktivitas kreatif sehingga anak-anak itu menjadi sibuk, khususnya menghadapi liburan sekolah selama lima minggu. Kalau anak-anak bisa dicegah membanjiri Cape Town, maka itu lebih baik ketimbang memindahkan mereka ke tempat lain.
Pelbagai pelecehan
Menurut penelitian, 80% anak-anak gelandangan Afrika Selatan pernah mengalami berbagai penyalahgunaan, mulai pelecehan fisik, seks maupun emosional. Banyak yang tertarik pada kehidupan gemerlapan kota besar dengan harapan memperoleh hidup baik, untuk akhirnya cuma dikecewakan.
Anak perempuan mencapai 20% anak gelandangan dan tidak begitu tampak dibandingkan anak laki-laki. Ketika keluarga terpecah belah, handai tolan lebih suka menerima anak perempuan. Tetapi mereka yang tidak menjadi gelandangan akhirnya juga gampang terjerumus ke dalam prostitusi.
Jantung kota
Ons Plek atau tempat kami, adalah satu-satunya penampungan anak perempuan di Cape Town. Dibuka tahun 1988, Ons Plek menawarkan kasih, makanan, pakaian, penginapan dan pendidikan. Penampungan ini terletak di jantung kota dan dibuka 24 jam per hari, tujuh hari per minggu.
Pam Jackson, direktur Ons Plek menyatakan, penting untuk segera turun tangan sebelum perempuan itu punya kebiasaan hidup di jalan dan hidup di luar hukum. "Kami bekerja dengan anak-anak perempuan yang rentan menjadi mangsa gangster," kata Pam.
"Mereka biasanya juga jadi mangsa perkosaan, termasuk pelbagai pelecehan yang dilakukan oleh polisi. Mereka rentan karena beranggapan bisa hidup sebagai pengemis, tanpa sadar bahwa begitu tidak lagi menarik, mereka tidak akan bisa mengemis lagi."
Begitu gawat
Kalau mungkin, baik Ons Plek maupun Homestead berupaya memulangkan anak-anak pada keluarga mereka. Tetapi masalah di rumah biasanya begitu gawat sehingga kembali itu tidak mungkin lagi. Beberapa anak bahkan begitu mengidap trauma sampai kehidupan di jalan lebih merupakan pilihan bagi mereka.
Pam Jackson yakin pemkot Cape Town sedang melaksanakan apa yang disebutnya "langkah berlebihan untuk mencegah orang hidup di jalan, apalagi sekarang masalah keamanan begitu ditekankan pada kejuaraan Piala Dunia ini."
Sebagian besar memang setuju harus diambil langkah tertentu untuk mencegah anak-anak hidup di jalanan. Tetapi mengusir mereka secara massal sampai tidak terlihat lagi di kota mungkin yang paling gampang. Masalah mereka tidak akan teratasi, walaupun para fans sepak bola kelak sudah meninggalkan Cape Town.