Senin 16 Oct 2017 17:07 WIB

Mendikbud: LKAS, Wadah Pelajar Tuangkan Pemahaman Sejarah

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Ratna Puspita
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy memberi apresiasi pada pelajar peserta Lomba Kreasi Audiovisual Sejarah (LKAS) 2017 di Kantor Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Senin (16/10).
Foto: Republika/Umi Nur Fadhilah
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy memberi apresiasi pada pelajar peserta Lomba Kreasi Audiovisual Sejarah (LKAS) 2017 di Kantor Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Senin (16/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan Lomba Kreasi Audiovisual Sejarah (LKAS) 2017 menjadi wadah pelajar menuangkan pengalaman dan pemahaman sejarah, serta berkreasi. LKAS adalah lomba bidang audiovisual mengangkat sejarah maupun budaya masyarakat lokal sekitar sejarah.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memberikan apresiasi terhadap karya pelajar yang berprestasi pada LKAS 2017. “LKAS upaya ringkasan apresiasi pelajar untuk berikan kesempatan bisa ekspresikan ide,” kata Muhadjir di Kantor Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Senin (16/10).

Menurut mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), LKAS dapat menjadi ajang mencari bibit-bibit sineas. Dia mengatakan, peserta LKAS dapat mengisi kekosongan dalam industri kreatif.

Mendikbud pun berhadap ada pembinaan lebih lanjut pada peserta LKAS atau pelajar pecinta film. Menurutnya, bukan tidak mungkin ketertarikan pelajar terhadap film, menjadi pilihan hidup berkarir.

Direktur Kebudayaan Kemendikbud Triana Wulandari menjelaskan LKAS dilatarbelakangi pentingnya sejarah untuk membangun karakter generasi muda. “LKAS menumbuhkan nilai budaya kreatif dan edukatif,” ujar Triana.

Triana menjabarkan LKAS mendorong pelajar menghasilkan karya bermuatan sejarah yang dikemas lebih atraktif. Melalui LKAS, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemdikbud ingin menanamkan pendidikan karakter melalui pendidikan sejarah.

Triana mengatakan LKAS mendorong pelajar memahami sejarah lokal yang ada di sekitar siswa. Tujuannya, siswa aktif mencari sumber sejarah lokal, tokoh lokal, daerah bersejarah di wilayahnya.

Triana menegaskan, generasi muda perlu mengetahui sejarah bangsanya. Sebab, hal itu membuat pelajar mencintai Tanah Air.

Harapannya, pelajar memiliki kesadaran dan tanggung jawab menjaga NKRI. Menurutnya, hasil LKAS dapat menjadi sumber belajar sejarah menarik bagi siswa.

LKAS 2017 dimulai tahap sosialisasi sejak 17 Februari hingga 17 April 2017. Proses sosialsisasi berhasil menjaring 372 proposal sinopsis untuk diseleksi tim juri.

Panitia menjaring 30 proposal dari 30 tim terbaik dari seluruh provinsi di Indonesia. Para peserta mengikuti workshop perekaman pada Mei 2017 di dua wilayah, yakni Barat dan Timur.

Wilayah Barat meliputi Jawa dan Sumatra melakukan pelatihan di Bogor. Sementara Timur meliputi Bali, Kalimantan, Sulawesi, NTT, NTB pelatihan di Makassar.

Selama workshop, peserta diberi pembekalan materi ihwal film dokumenter mulai dari teknik mengenal penelitian sejarah, pengembangan ide dan kreasi, praktik perekaman, editing, dan produksi film pendek.

Dalam penjurian terseleksi 10 dari 30 tim terbaik untuk mengikuti penjurian akhir. Panitia menetapkan enam tim sebagai pemenang LKAS.

Terbaik I berjudul Babad Lombok dimenangkan Nurul Lita dan Erdhu Bagas Tantawi dari SMAN 2 Kuripan, NTB. Terbaik II berjudul Sultan HB IX: Tokoh 1.000 Umat dari Yogyakarta untuk Indonesia dimenangkan oleh Shuhaib Abdul Karim dan Muhammad Sulchan Fathoni dari MAN 1 Yogyakarta, DI Yogyakarta. 

Terbaik III berjudul Dr. Ferdinand Lumban Toning, Dokter Revolusioner Pemersatu Bangsa karya Arief Ramadhan Djiwandana dan Anggie Slaraestya dari SMAN 1 Matauli Pandan, Sumatra Utara.

Harapan I berjudul Karang Unarang, nadi Perbatasan karya Nurul Anisah dan Sitti Wardah dari SMAN 1 Sebatik, Kalimantan Utara. Harapan II berjudul Rambu Solo, Tradisi Pemakaman unik di Tanah Toraja karya Nuruzzaman Prasasti dan Nur Maghfirah Syahmar dari SMAN 2 Watansoppeng, Sualwesi Selatan. 

Harapan III berjudul Teungku Chik Pante Kulu karya Teuku Aufa dan Riza Maulani dari SMAN 1 indrapuri, Aceh.

Pemenang Harapan I Nurul Anisah mengungkapkan kebahagiannya menjadi salah satu pemenang LKAS. “Kami nggak nyangka dapat ini, dari perbatasan di banding peserta lain dari kota besar,” kata Nurul.

Ia mengatakan ingin mengangkat kondisi masyarakat Sebatik melalui film dokumenter di ajang LKAS. “Karang Unarang identitas Sebatik,” jelasnya.

Nurul mengatakan dirinya juga ingin menunjukkan pada Negara Juran (Malaysia), Karang Unarang adalah kekayaan Indonesia. ia meyakini film dokumenter Karang Unarang dapat menjadi landasan pemerintah mengambil dan merumuskan kebijakan di wilayah perbatasan.

“Peran pemerintah diperbatasan kurang. Kami lebih tergantung ke negara Malaysia,” ujar dia.

Senada dengan Nurul, rekan satu timnya, Sitti Wardah mengatakan dia dan Nurul kali pertama membuat film. Sitti Wardah melalui berbagai riset.

Wardah mengatakan banyak masyarakat Sebatik tak mengetahui sebuah karang Unarang. Alasannya, karena keterbatasan informasi terhadap karang di Perairan Ambalat itu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement