Kamis 31 Aug 2017 00:16 WIB

SPM Madrasah Bukan Hanya Tanggung Jawab Kemenag

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agus Yulianto
Kepala Bidang Litbang, Pendidikan dan Pelatihan Kemenag Abd.Rahman Mas'ud (tengah) dan Direktur Kurikulum Sarana Kelembagaan dan Kesiswaan Madrasah Ditjen Pendidikan Islam Kemenag Umar menjadi narasuber dalam acara Kongkow Pendidikan Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat (KOPI DARAT) di Jakarta, Rabu (30/8).
Foto: Republika/Prayogi
Kepala Bidang Litbang, Pendidikan dan Pelatihan Kemenag Abd.Rahman Mas'ud (tengah) dan Direktur Kurikulum Sarana Kelembagaan dan Kesiswaan Madrasah Ditjen Pendidikan Islam Kemenag Umar menjadi narasuber dalam acara Kongkow Pendidikan Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat (KOPI DARAT) di Jakarta, Rabu (30/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Standar pelayanan minimum (SPM) madrasah dinilai bukan hanya tanggung jawab Kementerian Agama, tapi juga masyarakat dan pemerintah daerah. Pemerintah daerah diminta tak ragu membantu madrasah yang pada dasarnya juga ikut berkontribusi dalam angka partisipasi kasar (APK) pendidikan.

Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan Madrasah Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Umar mengatakan, madrasah sudah berkualitas, tapi perlu peningkatan. Yang kurang di madrasah adalah SPM dalam konteks sarana prasaran.

Sebab pada madrasah tingkat dasar, kurikulum sudah tidak perlu dikhawatirkan. Standar guru dan tenaga pendidik juga sudah baik.

SPM akan membawa pada standar nasional pendidikan (SNP). "SPM sarana prasaran harus diakui madrasah masih kurang," kata Umar dalam diskusi Kopi Darat yang digelar bersama Kemendikbud, Kemenag, Bank Pembangunan Asis (ADB), dan Uni Eropa di Kantor Kemenag MH Thamrin, Rabu (30/8).

Meski begitu, anak-anak yang belajar di madrasah punya daya juang tinggi dan keyakinan akan pertolongan Allah SWT.  Kemenag sendiri menyumbang 20-30 persen kesuksesan pendidikan nasional. Dengan sumbangan itu, umat diminta merawat dengan tuntas. Di sisi lain, partisipasi pemerintah daerah masih kurang.

Dikatakan Umar, disentralisasi pendidikan yang ada berbeda dengan manajemen pendidikan madrasah yang sentralis. "Tapi hakikatnya siswa adalah milik daerah," kata Umar.

Dengan sumbangan APK yang ada, Kemenag jangan dibebani sedemikian rupa. Namun, pemerintah pusat pun harus adil membagi APBN.

Menurut Umar, untuk urusan anggaran, pemerintah daerah juga membatasi diri karena khawatir jadi temuan. Padahal, bila madrasah tidak dibantu pemerintah daerah, maka SPM daerah tidak membaik karena yang diukur tidak hanya sekolah tapi juga madrasah.

Mahkamah Konstitusi sendiri sudah merevisi aturan yang menghambat bantuan pemda bagi madrasah. Terlebih bila APBD cukup untuk berbagi untuk madrasah. "Aturannya sudah direvisi dan pemda tidak dilarang membantu madrasah swasta," ucap Umar.

Bantuan dari pemda untuk madrasah swasta sudah ada, tapi itu masih berdasarkan simpati, belum kebijakan. Berbeda dengan sekolah yang didominasi milik pemerintah, madrasah didominasi milik masyarakat. "Kalau pemda memperjuangkan madrasah di daerahnya, itu bukan bantu Kemenag tapi membantu warga daerahnya," ujar Umar.

Pemerintah Indonesia telah melakukan sejumlah langkah perbaikan kualitas pendidikan, termasuk melalui desentralisasi pengelolaan pendidikan yang salah satunya melalui SPM. Dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2013 tentang SPM untuk pendidikan dasar, ada 27 aspek SPM dikdas dimana 14 di antaranya adalah pelayanan oleh pemerintah daerah. Sementara 13 aspek lainnya merupakan pelayanan oleh satuan pendidikan baik sekolah maupun madrasah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement