Jumat 25 Aug 2017 00:17 WIB

Wantim MUI dan Kemendikbud Sepakati Pentingnya Pendidikan Karakter

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agus Yulianto
Didin Hafidhuddin
Foto: ROL
Didin Hafidhuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam pertemuan bersama, Dewan Pertimbangan MUI dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sepakat tentang pentingnya pendidikan karakter yang berlandaskan nilai agama. Wantim MUI juga meminta agar pemerintah bisa menyampaikan dulu kebijakan yang kiranya akan menimbulkan reaksi umat sebelum kebijakan itu dilepas ke publik.

Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI KH Didin Hafidhuddin menjelaskan, dalam pertemuan Wantim MUI bersama Mendikbud dan Sekjen Kemenristek Dikti, mereka sepakat dengan bahwa persoalan bangsa ini adalah persoalan akhlak atau karakter. Proses pendidikan di sekolah, pesantren, atau kampus harus berorientasi pada karakter bukan sekadar kemampuan kognitif.

Pengetahuan apapun kalau tidak didukung akhlak dan karakter, hanya melahirkan orang pintar tapi tidak bertanggung jawab. ''Mereka jadi sekadar memenuhi kebutuhan diri, keluarga, atau kelompoknya,'' kata Kiai Didin, Kamis (24/8).

Karakter ini juga harus berlandas agama. Sebab agama adalah landasan utama. Orang yang melaksanakan agama adalah orang berkarakter dan jangan dibalik. Sebab ada saja orang cenderung tidak beragama disebut berkarakter. Padahal sila pertama Pancasila ini adalah ketuhanan.

Hal lain yang Wantim MUI sampaikan kepada Mendikbud adalah tentang buku ajar yang kadang memasukkan konten tidak sesuai. Juga soal penguatan pendidikan yang dibangun masyarakat. Sebab pemerintah tidak mungkin menangani semua dan tetap butuh bantuan masyarakat.

Realitasnya pun memang masyarakat memberi bantuan konkret dengan mendirikan lembaga pendidikan dan keterampilan. ''Sejatinya itu jadi mitra pemerintah untuk membangun karakter bangsa,'' ucap Kiai Didin.

Pertemuan ini membuat para pihak bisa jadi saling mengingatkan. Wantim MUI meminta agar kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah, diharapkan tidak hanya dibicarakan antar kementerian tapi juga disampaikan ke MUI sebagai representasi umat.

''Jadi kami harap ke depan, agar setiap kebijakan tidak gaduh, sampaikan dulu. Agar bila ada kekurangan, bisa dieliminasi sebelum terbit,'' tutur Kiai Didin.

Sekjen Kemenristekdikti, kata Kiai Didin, juga menyampaikan pendidikan agama di perguruan tinggi akan tetap seperti sekarang. Tidak ada pendidikan agama yang ditarik ke semester akhir. Semua sepakat, radikalisasi bukan unsur dari pendidikan agama kampus, tapi dari luar. Pendidikan agama dari internal kampus malah menumbuhkan cinta tanah air, bukan intoleransi atau gerakan radikal.

Intinya, bila ada kebijakan baru yang kiranya akan mengundang reaksi masyarakat, mohon informasikan dulu ke MUI. Agar MUI juga bisa menjelaskan seperti apa maksud kebijakan itu kepada umat setelah mendapat penjelasan yang komprehensif. Untuk itu, harus ada kesediaan dari Kemenristekdikti dan Kemendikbud untuk menyampaikan kepada MUI kebijakan yang mungkin akan menimbulkan reaksi umat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement