Selasa 08 Aug 2017 21:25 WIB

Biaya SMA/SMK Kini Mahal, Mendikbud: Kan Masih Transisi

Rep: Kabul Astuti/ Red: Andri Saubani
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Orang tua murid di berbagai daerah mengeluhkan meroketnya biaya SMA/SMK pascapengambilalihan kewenangan oleh pemerintah provinsi. Tidak hanya sumbangan uang masuk, uang bulanan yang ditarik dari para siswa pun bertambah mahal.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy meminta masyarakat bersabar. Menurut Muhadjir, pengelolaan SMA/SMK masih dalam masa transisi sejak pengambilalihan dari kabupaten/kota ke provinsi pada Oktober 2016 lalu.

"Ya ini kan masih transisi. Kan belum ditata dengan secara rapi, karena ini kan baru ditangani oleh provinsi. Jadi wajar kalau masih ada persoalan-persoalan," kata Muhadjir Effendy, usai rapat koordinasi tingkat menteri di Kantor Kemenko PMK Jakarta Pusat, Selasa (8/8).

Pengambilalihan wewenang pengelolaan SMA/SMK dari kabupaten/kota ke tingkat provinsi dilakukan mulai Oktober 2016 atas dasar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Kewenangan mengelola pendidikan menengah (SMA/SMK) yang sebelumnya menjadi tanggung jawab pemkot/pemkab diserahkan ke pemerintah provinsi.

Wali Kota Blitar, Samanhudi Anwar sempat mengajukan menggugat judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) tentang perkara ini. Menurut Samanhudi, UU tersebut bertentangan dengan Pasal 18 ayat 5, Pasal 18A dan Pasal 28C ayat 2 UUD 1945. Tiga warga Surabaya juga menggugat undang-undang tersebut, dengan dukungan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini.

Akan tetapi, MK pada 19 Juli 2017 lalu menolak dikembalikannya wewenang pengelolaan pendidikan menengah (SMA/SMK) ke pemerintah kota/pemerintah kabupaten. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang juga mengatur masalah pendidikan tetap dijalankan.

Mendikbud berjanji akan menyelesaikan masalah ini. Pihaknya akan memberikan masukan kepada pemerintah provinsi, serta meninjau kembali besaran Dana Alokasi Khusus (DAK) yang dikucurkan. Namun, ia mengaku belum sampai ada rencana untuk menambah alokasi dana pendidikan kepada pemerintah provinsi. "Nanti akan kita selesaikan. Paling kita ya memberikan masukan karena itu kan sudah menjadi domainnya pemerintah provinsi. Akan kita lihat bagaimana alokasi dana DAK-nya," ujar Muhadjir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement