Jumat 16 Jun 2017 12:25 WIB

PGRI Tanggapi Kebijakan Lima Hari Sekolah

Guru sedang mengajar/ilustrasi.
Guru sedang mengajar/ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Unifah Rosyidi, menanggapi kebijakan Lima Hari Sekolah (LHS) yang digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy. Ia mempertanyakan kebijakan LHS disebut berpihak pada guru.

"Tidak benar rencana kebijakan lima hari delapan jam di sekolah berpihak pada guru untuk memenuhi beban kerja sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara," kata Unifah dihubungi di Jakarta, Jumat (16/6).

Unifah mengatakan peraturan turunan tentang Undang-Undang Aparatur Sipil Negara sangat jauh dari rasa keadilan dan dirasa menyakitkan oleh kalangan guru. Menurut Unifah, bila guru lima hari kerja tetapi jam mengajarnya tidak terpenuhi, maka terancam tunjangan profesi atau sertifikasinya tidak dibayar. Padahal, masih ada syarat-syarat lain agar guru menerima tunjangan tersebut.

"Selain itu, bila selama ini pegawai negeri sipil (PNS) lain memiliki hak cuti, tidak demikian dengan guru. Itu merupakan suatu kemunduran dari kebijakan sebelumnya yang menghargai tugas guru selain mengajar, misalnya menjadi wali kelas dan lainnya," tuturnya.

Unifah menduga Menteri Muhadjir Effendy tidak membaca secara cermat rencana kebijakan lima hari delapan jam di sekolah.

"Kami siap bekerja lima hari seminggu, tetapi rencana kebijakan itu jangan diputuskan sepihak. Sangat tidak adil kalau rencana kebijakan ini hanya diputuskan sepihak karena arogansi pejabat yang mengurusi guru yang bisa menghambat hak-hak profesional guru," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement