Sabtu 29 Apr 2017 06:11 WIB

Kemendikbud Ingin Budaya Jadi Payung Pendidikan Nasional

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Andi Nur Aminah
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mendikbud Muhadjir Effendy berudiensi saat melakukan kunjungan di kantor Harian Republika di Jakarta, Rabu (24/8). (Republika/ Rakhmawaty La'lang)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mendikbud Muhadjir Effendy berudiensi saat melakukan kunjungan di kantor Harian Republika di Jakarta, Rabu (24/8). (Republika/ Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) segera menerapkan program kebudayaan menjadi payung pendidikan. "Itu program budayawan masuk sekolah," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy beberapa waktu lalu.

Ia pun meminta budayawan dan sejarahwan di setiap daerah bekerja sama dengan Dinas Pendidikan setempat untuk mengikuti program budayawan dan seniman masuk sekolah.

Budayawan dan sejarahwan, ia menjelaskan, akan bertugas mengajarkan budaya lokal daerahnya. Juga tidak menutup kemungkinan, ia mewajibkan seluruh siswa di suatu sekolah menguasai satu tarian tertentu. Muhadjir mengatakan, program budayawan dan seniman masuk sekolah merupakan bagian dari pendidikan karakter.

Mendikbud mengatakan, pemerintah segera memberlakukan program pendidikan karakter (PPK) atau sekolah delapan jam pada tahun ajaran baru. Kendati menambah jam sekolah, ia memastikan tidak ada penambahan mata pelajaran pada siswa. 

Ia justru ingin mengurangi mata pelajaran yang diberikan pada siswa di sekolah. Jam tambahan, ia melanjutkan, akan digunakan untuk kegiatan olahraga, praktik budaya, dan pengenalan sejarah. "Pelakunya (pengenalan) bapak ibu (budayawan dan sejarahwan)," ujar dia.

Untuk mengapresiasi kinerja para budayawan dan sejarahwan, Mendikbud mengatakan, Kemendikbud telah menerbitkan Permendikbud tentang BOS (bantuan operasional sekolah). Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu meyakini pembentukan karakter pada anak tidak bisa dilakukan di kelas. Namun, harus langsung diberi contoh dan keteladanan.

Mendikbud menytakan, pemerintah telah membuka ruang dan waktu bagi sejarahwan dan budayawan untuk berkarya. Ia meyakini, seniman dan budayawan masuk sekolah dapat membuat siswa nyaman di lingkungan sekolah.

Ia menyontohkan, Pemerintah Jepang mewajibkan jam belajar hingga pukul 18.00 waktu setempat. Pemerintah Jepang melakukan revolusi mental di sekolah dengan memasukkan unsur budaya dan seni.

"Tak mungkin guru dikerahkan. Ada sanggar tari, taman budaya, giring saja untuk belajar di sana. Yang penting gurunya bertanggung jawab," tutur Mendikbud.

Ia menargetkan, 80 persen kegiatan belajar mengajar di sekolah, yakni berbasis aspek budaya. Muhadjir pun  mengingatkan, jangan sampai budaya kalah oleh zaman. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement