REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Impementasi bahasa ibu dalam pembelajaran sukses menjadi pengantar pendidikan pada siswa-siswa PAUD dan SD di sejumlah daerah di Papua. Kemitraan Pengembang Kapasitas dan Analisis Sektor Pendidikan untuk Indonesia (ACDP) menilai implementasi bahasa ibu lebih strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Provinsi Papua.
"Inovasi ini dimulai dengan perubahan rencana strategis (renstra) pendidikan Papua pada November 2015," kata Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Papua, Elias Wonda dalam keterangan terulis yang diterima Republika.co.id, Kamis (20/4).
Dalam survei itu menjabarkan, literasi siswa Papua sekitar 25 persen di bawah rerata nasional. Sementara itu, hasil kelas-kelas awal (EGRA) Indonesia yang digunakan oleh USAID pada 2014 menunjukkan, anak-anak di wilayah Indonesia Timur memperoleh nilai 50 persen lebih rendah dari standar nasional. Bahkan, sampel yang diambil pada anak-anak di Lanny Jaya menunjukkan nilai 50 persen di bawah murid-murid di wilayah Indonesia Timur pada umumnya.
Bahasa Lani adalah bahasa utama yang digunakan oleh semua anak di Lanny Jaya. Berdasarkan hasil pengamatan, sebanyak 75 persen dari 184 siswa kelas II dan III jenjang pendidikan SD, menganggap Bahasa Indonesia adalah bahasa yang sulit. Smentara 88 persen anak mengakui Bahasa Lani adalah bahasa yang mudah.
Ketua Tim Studi ACDP 023-A, Joost Pikkert menjelaskan, bukti-bukti dari berbagai negara menunjukkan, bahasa ibu mempermudah kegiatan belajar. Hal itu juga berdampak dalam meningkatkan angka partisipasi siswa, menekan angka putus sekolah, meningkatkan pembelajaran di seluruh mata pelajaran, meningkatkan kemampuan berfikir kreatif dan kritis, serta mendorong efisiensi pendidikan. Selain itu, penggunaan bahasa ibu mencegah punahnya keanekaragaman bahasa dan budaya di Papua.
"Bahasa Indonesia kemudian diperkenalkan secara bertahap pada murid kelas III. Kemudian, diposisikan sebagai bahasa resmi pengantar di kelas," kata Pikkert.
Ikuti Whatsapp Channel Republika
