Rabu 19 Apr 2017 10:11 WIB

FSGI : Sekolah Sita Ponsel Siswa karena Belum Bayaran

Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti
Foto: Agung Supriyanto/Republika
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menerima laporan mengenai penyitaan telepon seluler siswa di SMKN 3 Padang Sidempuan, Sumatera Utara karena belum membayar uang iuran Pelajaran Pengelolaan Usaha (PU) sebesar Rp 400 ribu. "Penyitaan ponsel dilakukan oleh oknum guru KS (yang juga melakukan kekerasan verbal terhadap Amelya Nasution dan lima siswi lain yang disuruh jual diri) pada AS," ujar Sekjen FSGI, Retno Listyarti, di Jakarta, Rabu (19/4).

Menuti keterangan AS, kata Retno, bahwa ponsel disita sebagai jaminan agar kartu legitimasi ujiannya keluar dan dia dapat mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK).

Sementara FSGI juga kembali mendapatkan laporan terkait kasus meninggalnya Amelya Nasution, siswi SMKN 3 Padang Sidempuan jurusan Tata Busana yang tewas bunuh diri setelah mendapat kekerasan verbal dari gurunya. Amel lahir di Padang Sidempuan tanggal 11 April 1998 itu, tewas setelah minum racun tanaman dan mendapat perawatan di rumah sakit. Amel bunuh diri setelah diintimidasi oknum guru karena mengunggah kebocoran Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) di media sosial. Amel kemudian diancam dengan UU ITE dengan tuntutan penjara dan denda Rp 750 juta.

Menurut para guru dan kawan-kawannya, Amel adalah anak yang periang, tekun dan gigih. Bahkan, Amel setiap hari bekerja menjahit sepulang sekolah demi mencukupi biaya sekolahnya, ia menerima jahitan di rumahnya. Hal ini juga sekaligus Amel mengaplikasi ilmu yang didapatnya di sekolah.

Selama ini, Amel tinggal dengan neneknya yng sudah berusia 80 tahun. Ibu kandung Amel sudah lama meninggal dunia, sedangkan ayahnya bekerja di luar kota. Artinya, hari-hari Amel lebih banyak dihabiskan dengan neneknya. Amel-lah yang merawat sang nenek yang begitu disayanginya.

"Oleh karena itu sangat mengherankan ketika ada upaya mengaburkan sebab kematian Amel dengan masalah keluarga. Dihembuskan isu bahwa Amel seolah-olah punya masalah keluarga karena mencuri uang neneknya, padahal Amel bekerja menerima jahitan untuk membantu ekonomi keluarga," ujar Retno.

Tidak tangung-tangung, pengalihan isu penyebab Amel bunuh diri pun diunggah ke Youtube oleh oknum guru SMKN 3 Padang Sidempuan yang pro kepala sekolah. Retno mengatakan, saat ini, kondisi di sekolah itu tidak kondusif karena para guru terbelah menjadi dua kubu, yaitu kelompok yang pro kepala sekolah serta kelompok yang kritis terhadap kepala sekolah sebanyak 36 guru.

Kelompok yang kritis ini terdiri atas para guru yang berjuang bersama para siswa melawan sistem sekolah yang diduga kuat tidak transparan dan akuntabel. Kelompok para guru yang kritis terhadap manajemen sekolah inilah yang juga tidak sepakat dengan pola intimidasi terhadap para siswi seperti Amel dan lainnya. Para guru tersebut yang juga membezuk Amel, menguatkan dan mengantarkan Amel saat dimakamkan.

Kelompok ini juga selama berbulan-bulan melakukan berbagai perjuangan ke instansi-instansi terkait, seperti kantor wali kota, dinas pendidikan, inspektorat, hingga gubernur dan DPRD. Oleh karena itu, para guru dan siswa yang pro perubahan di SMKN 3 Padang Sidempuan sangat berharap tim investigasi Inspektorat Kemdikbud dapat berlaku adil dengan juga mewawancarai para siswa dan para guru yang selama ini dianggap sebagai kelompok yang berseberangan dengan pimpinan dan manajemen sekolah.

Kekhawatiran ini muncul karena saat perwakilan Dinas Pendidikan Sumatera Utara melakukan investigasi, yang diwakili oleh Ibu Yuniar, yang dimintai keterangan hanya para guru yang merupakan kelompok pro kepsek yang diperiksa. "Diduga ada ketidakseimbangan informasi," ucap dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement