Kamis 19 Jan 2017 18:41 WIB

Ini Alasan Pemberlakuan Kebijakan Siswa Bisa Pilih Pelajaran di UN

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Bayu Hermawan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mendikbud Muhadjir Effendy berudiensi saat melakukan kunjungan di kantor Harian Republika di Jakarta, Rabu (24/8).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mendikbud Muhadjir Effendy berudiensi saat melakukan kunjungan di kantor Harian Republika di Jakarta, Rabu (24/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy mengungkap alasan diberlakukannya kebijakan dibebaskannya siswa memilih mata pelajaran sesuai jurusan. Menurut Muhadjir, kebijakan tersebut diberlakukan agar siswa bisa memperdalam materi dari mata pelajaran yang dipilihnya.

"Karena keterbatasan waktu untuk ujian kan, sehingga nanti kalau pesertanya banyak yang milih, kemudian pilihannya itu materinya, karena hanya satu, tidak tiga-tiganya, itu kan jadi lebih dalam," katanya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (19/1).

Menurut Muhadjir, kebijakan bebas memilih pelajaran ini diberlakukan hanya untuk siswa tingkat sekolah menengah atas (SMA) sesuai dengan jurusan siswa tersebut. Yakni pelajaran di luar mata pelajaran wajib yakni Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris.

Hal ini lanjut Muhadjir, untuk memperdalam penguasaan siswa tersebut sesuai dengan jurusannya. "Biar mereka memfokuskan pada perminatan tertentu dan UN untuk pemetaan, tidak ada kaitan dengan lulus atau tidak lulus," ujar Muhadjir.

Ia menambahkan, dengan begitu juga pihaknya bisa mengukur kedalaman dan keluasan terhadap materi-materi yang diujikan. Sehingga, pihaknya juga dapat mengetahui materi atau bidang-bidang yang perlu dibenahi.

Selain itu, ia menilai kebebasan siswa memilih pelajaran UN juga juga tidak berpengaruh terhadap proses seleksi di perguruan tinggi. Menurutnya, tidak ada hubungannya memilih mata pelajaran di UN dengan seleksi masuk PT. Hal ini karena, hasil UN selama ini tidak menjadi acuan atau tolak ukur masuk perguruan tinggi.

"Toh karena PT punya tes sendiri mereka, tidak berpengaruh. Kecuali kalau dipakai dasar baru, tapi ini kan enggak kenyataannya , enggak dipakai kan. Karena PT punya standar sendiri dan lebih otonom, menjaga brandingnya," jelas Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement