Ahad 18 Sep 2016 21:33 WIB

Pemerintah Ingin Anak Muda Kenal Sejarah

Rep: Umi Nur Fadilah/ Red: Muhammad Hafil
Kondisi dalam rumah Tan Malaka, Koto tinggi, Sumatera Barat, Kamis (21/2).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Kondisi dalam rumah Tan Malaka, Koto tinggi, Sumatera Barat, Kamis (21/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bersama akademisi dan budayawan menggelar Dialog Kebangsaan Peristiwa 19 September 1945, Massa Aksi dan Revolusi Pemuda. Diskusi tersebut bertujuan untuk mengenang Rapat Raksasa yang dilakukan pemuda pada 19 September 1945 di Lapangan Ikada atau Monas.

"Banyak kalangan muda kurang mengetahui tentang sejarah, inilah forumnya bicara banyak aspek, ada dua hal yang ingin dicapai," kata Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid di Museum Perumusan Proklamasi, Jakarta, Ahad (18/9).

Pertama, ia menjelaskan, diskusi tersebut bertujuan untuk penghargaan dari pemerintah pada para pahlawan. Ia berujar, banyak pahlawan yang cukup dikenal, banyak juga yang kurang dikenal, namun tidak sedikit yang tak dikenal sama sekali.

"Kita ingin soal kepahlawanan lebih mengemuka, tadi disebut Tan Malaka dan Mufreni Mu'min," ujar dia.

Hilmar menuturkan, Mufreni Mu'min merupakan sosok yang berperan penting dalam peristiwa 19 September atau Rapat Raksasa di Lapangan Ikada. Ia merupakan orang yang berperan dalam mengamankan jalannya Rapat Raksasa yang dilansakan para pemuda di Jakarta.

Hilmar bahkan berencana menjadikan sejumlah nama pahlawan menjadi nama jalan. Menurutnya, panetapan nama jalan berhubungan dengan sebuah kenangan. Ia ingin mencontoh jalan-jalan di Belanda yang memberikan dan mencantumkan informasi atas pemberian nama jalan di daerah itu.

"Di belanda nama jalan yang diambil dari sosok dilengkapi tahun lahir dan wafat dan sedikit informasi tentang dia," ujarnya.

Ia tidak ingin nama Tjipto Mangunkusumo hanya dikenal generasi sekarang sebagai tempat pemberhentian bus. "Saya bayangkan, ada dukungan informasi pakai teknologi digital, kita bisa menampilkan nama informasi orang," tutur dia.

Kedua, Hilmar melanjutkan, ihwal pendidikan sejarah di sekolah. Ia menyebut, selama ini pendidikan sejarah itu di nomor duakan. Anak-anak, menurutnya, bahkan tidak segan megesampingkan matabmelajaran sejarah demi mengejar nilai ujian nasional (UN).

Ia mengaku bersyukur Mendikbud Muhadjir Effendy berencana memayungi sekolah dengan sejarah untuk mensulseskan pendidikan karakter. "Pengenalan paling dasar karakter bangaa. Tantangan kita mengisi pendidikan karakter dengan informasi yang selama ini kita kumpulkan," jelasnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement