Sabtu 10 Sep 2016 22:16 WIB

Bupati: Pelajar Purwakarta Hanya Sekolah Lima Hari

Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, mengecek pembangunan jembatan penghubung wilayah perbatasan, di Desa Cijunti, Kecamatan Campaka, Jumat (10/6).
Foto: Republika/Ita Nina Winarsih
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, mengecek pembangunan jembatan penghubung wilayah perbatasan, di Desa Cijunti, Kecamatan Campaka, Jumat (10/6).

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menyatakan wacana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhajir Effendy terkait Sabtu dan Ahad sebagai hari libur bagi para pelajar sudah diberlakukan di Purwakarta sejak beberapa tahun terakhir.

"Sejak tahun 2008, falsafah kearifan lokal langsung diterjemahkan ke dalam kebijakan berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Sejak tahun itu, diterapkan kebijakan sekolah lima hari dalam sepekan," katanya, Sabtu (10/9).

Di antara alasan diberlakukannya kebijakan tersebut, pelajar harus memiliki waktu yang cukup bersama keluarga. Sehingga, pendidikan informal dalam hal ini didapat oleh pelajar melalui transformasi nilai yang dilakukan oleh para orang tua mereka di rumah.

"Kita (di Purwakarta) sejak tahun 2008 melakukan itu. Jam pelajaran di sekolah kita padatkan, masuk pukul 6.00 WIB serentak di seluruh sekolah, baik desa maupun kota," kata dia.

Sedangkan jadwal pulang, para pelajar di desa pukul 11.00 WIB dan para pelajar di wilayah perkotaan bisa pulang sekolah pukul 12.00 WIB.

Tidak hanya pengurangan jam pelajaran di sekolah yang sudah diberlakukan di Purwakarta. Bupati juga memiliki gagasan agar pelajaran di sekolah dikurangi. Alasannya, sisi aplikatif dari nilai-nilai akademik jauh lebih penting dibandingkan sekadar mempelajari teori.

"Kalau Mendikbud mengizinkan, kami di Purwakarta akan mengurangi jumlah pelajaran. Karena pelajaran saat ini sudah terlalu banyak dan tidak efektif untuk perkembangan generasi muda," kata dia.

Ia mencontohkan, pelajaran yang lebih mengarah pada sisi aplikatif adalah pendidikan kewarganegaraan. Anak-anak sekolah dapat langsung diajarkan untuk tidak membuang sampah sembarangan, tidak melakukan vandalisme dan diajak untuk membangun kebiasaan-kebiasaan positif lain yang mencerminkan karakter manusia Indonesia.

"Shalat juga diajarkan sambil praktik, mengaji juga begitu. Ujiannya kan bisa menyesuaikan. Nanti bisa sejalan antara pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan. Keduanya dimunculkan dalam keseharian," katanya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement