Selasa 26 Jul 2016 17:41 WIB

PGRI: Tradisi Siswa Titipan Pejabat Harus Dihentikan

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Ilham
Penerimaan siswa baru. Ilustrasi
Foto: Republika
Penerimaan siswa baru. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) menyatakan, penyimpangan saat sebelum maupun sesudah Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) harus dihindari. Hal ini termasuk fenomena siswa titipan pejabat. 

“Tradisi menitipkan anak-anak pejabat yang tidak memenuhi syarat, ya harus dihentikan, karena hal ini akan mengambil kesempatan bagi anak lain yang memenuhi syarat juga,” kata Pelaksana Tugas Ketua Umum (Plt Ketum) PB PGRI, Unifah Rasidi kepada Republika.co.id, Selasa (26/7).

Menurut Unifah, kondisi ini tentu menjadi contoh tidak baik bagi anak itu sendiri maupun bagi masyarakat. Pada aspek peserta didik, fenomena ini jelas dapat mengganggu, bahkan merusak rasa percaya diri mereka. Apalagi saat ini mereka tengah bekerja keras mengejar mimpi mendapatkan akses pendidikan terbaik bagi masa depannya.

Sampai saat ini, Unifah tidak mengetahui benar apakah fenomena ini terjadi secara merata atau tidak. Namun dia selalu memperoleh cerita terkait dengan fenomena titip menitip ini. Bahkan, biasanya sekolah maupun kepala sekolah tidak berdaya menghadapi hal ini.

Pemerintah sebenarnya sudah melarang segala penyimpangan selama PPDB, tapi impelementasinya belum baik secara keseluruhan. “Saya yakin tidak lama lagi akan berhenti ketika fenomena keterbukaan publik telah menjadi bagian dari keseharian kita,” kata Unifah. Sanksi sosial akan dapat menghentikan fenomena ini.

Menurut Unifah, pengawasan dari masyarakat dengan keterbukaan sistem, pelan tapi pasti akan menggiring orang untuk bertindak hati-hati. Sebab, sanksi sosial akan jauh memberikan dampak daripada sekedar perintah larangan dari pemerintah. Untuk itu, dorongan keterbukaan sistem, trasnparansi, dan tanggung jawab harus diperkuat lagi.

Sebelmnya, sejumlah Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara terpaksa mengisi satu ruang kelas dengan 50 siswa karena jumlah siswa melebihi kuota. Hal ini karena banyaknya siswa titipan pejabat di Nunukan yang membuat sekolah menambah kelas lagi agar semua siswa tertampung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement