Senin 25 Apr 2016 10:11 WIB

Pelajar Indonesia Sabet Penghargaan Bergengsi Lomba Sains di Rumania

Rep: Rossi Handayani/ Red: Dwi Murdaningsih
Daffa Muhamad dari SMA Lazuardi GIS Depok.
Foto: Lazuardi
Daffa Muhamad dari SMA Lazuardi GIS Depok.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pelajar Indonesia meraih penghargaan dalam ajang International Conference of Young Scientists (ICYS) 2016 di Cluj-Napoca, Rumania​ pada 16-22 April 2016. Tujuh karya penelitian siswa-siswi Indonesia dari Medan sampai Denpasar​ yang tergabung dalam Tim Indonesia untuk ICYS 2016 berhasil meraih, satu emas, satu perak, empat perunggu dan satu penghargaan khusus.

"Saya sangat senang dan bangga karya penelitian siswa-siswi sampai ke tingkat ini. Saya pun juri di bidang Environmental Science, saya tahu persis bahwa saingan enggak sepele, semua bagus-bagus dan saya bangga karena penelitian kita murni penelitian anak tingkat SMA mengunakan alat-alat SMA di sekolah," kata Direktur Center for Young Scientists (CYS), Monika Raharti, Senin (25/4).

Ia melanjutkan, sementara lawan dari negara lain mereka melakukan risetnya di Universitas. Meskipun dengan kompetitor yang berat, namun pelajar Indonesia mampu memenangkan sejumlah penghargaan, yang artinya kemampuan siswa-siswi begitu baik.

Adapun lomba penelitian ICYS, diperuntukkan bagi siswa SMP-SMA dengan usia 13 sampai dengan 19 tahun. Beberapa bidang yang dilombakan, diantarnya Fisika, Matematika, Life Science, Computer Science-Engineering dan Environmental Science. ICYS diikuti oleh 28 negara diataranya Belarusia, Brazil, Republik Ceko, Kroasia, Georgia, Jerman, Yunani, Hongaria, India, Indonesia, Lithuania, Malaysia, Belanda, Nigeria, Polandia, Rumania, Rusia, Serbia, Thailand, Turki, Ukraina, Macedonia, Sri Lanka, Prancis, Ghana, Iran, Singapura serta Bulgaria.

"Penghargaan khusus diraih oleh Mas Daffa Muhamad dari SMA Lazuardi GIS Depok, dalam bidang Matematika. Mas Daffa meraih dua penghargaan internasional yaitu Special Award bidang matematika dan Sponsor Award," ujarnya.

Rika mengatakan, dalam ajang ini Daffa dapat menampilkan terkait penghitungan tentang waktu transfer yang paling efisien, dengan menujukkan formula matematikanya. Persaingan di bidang ini dianggap berat, dan Daffa tidak meraih medali, melainkan special award karena riset yang dilakuan.

Menurutnya, lawan di bidang matematika berupa riset teoritik yang begitu mendalam, sedangkan yang Daffa mampu menunjukkan sebuah karya yang lebih praktis. Beberapa pesaing beratnya berasal dari eropa timur, Gerorgia dan Rusia.

Selanjutnya, emas juga diraih Wilbert Osmond, siswa SMA Chandra Kusuma, Medan, dalam bidang Computer Science, ia mengetengahkan enkripsi data dengan menggunakan chaos theory. Perak diraih oleh Luh Ayu Nanamy, siswi SMAN 4 Denpasar, dalam bidang Environmental Science, yang mengatasi sampah biji salak dan sampah nanas dengan mengolahnya menjadi kopi salak.

Kemudian empat medali perunggu diraih, Patricia Tiara, siswi SMA St. Alyosius 1 Bandung, dalam bidang Physics Engineering, Isabela Pu Dwi Andini, siswi SMA Trinitas, Bandung, dalam bidang Computer Science, Tania Suradja, siswi SMA St. Laurentia, Tangerang, dan Kadek Adindya Pradnya Putri, keduanya dalam bidang Life Science.

Tim tersebut pun telah tiba kembali ke tanah air pada Sabtu, 23 April 2016, didampingi tiga tim leadernya, Monika Raharti, Janto V. Sulungbudi, dan Syailendra Harahap. Monika mengungkapkan, Tim Indonesia untuk ICYS 2016 diambil berdasarkan melalui seleksi yang cukup panjang.

Awalnya para siswa-siswi mengikuti kejuaraan di tingkat provinsi masing-masing, yakni Lomba Peneliti Belia, apabila telah menang, maka akan berlanjut ke tingkat nasional. Di tingkat nasional inilah, para peserta yang unggul akan ikut kejuaraan di ICYS.

Pembinaan dilakukan kepada para pemenang tigkat nasional selama empat bulan. Tim dibina secara jarak jauh, namun ada tiga kali pertemuan yang dilakukan selama beberapa hari dengan mendatangkan para dosen-dosen peneliti dari Universitas, agar dapat membangun penelitian menjadi lebih baik.

"Saya berharap tahun depan kita dapat prestasi lebih tinggi, karena kita belajar terus, dan akan lebih banyak lagi peneliti dan dosen yang mau membina anak-anak serta guru, karena guru juga bukan tugasnya meneliti, ilmunya masih terpaku pada pelajaran akademik, jadi kreativitasnya belum terbangun kalah dengan anak-anak," papar Monika.

Ia juga mengaku senang dengan adanya peran pemerintah di kedutaan besar RI yang memberikan dukungan kepada tim Indonesia untuk ICYS 2016. Akan tetapi, dengan waktu yang terbatas para tim tidak dapat melakukan kunjungan ke kedutaan.

 

baca juga: 8 Tahun Selidiki Venus, Ilmuwan Temukan Hal-Hal tak Terduga

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement