Jumat 27 Nov 2015 23:11 WIB

Masuk Program Akademisi, Ini Kelebihan Konstruksi Sarang Laba-Laba

Rep: Budi Raharjo/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Pekerja melintas proyek pembangunan sebuah perumahan di Depok, Jawa Barat, Senin (4/1).
Foto: Republika
Pekerja melintas proyek pembangunan sebuah perumahan di Depok, Jawa Barat, Senin (4/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konstruksi Sarang Laba-laba saat ini telah masuk dalam program akademisi. pengguna konstruksi ini tak perlu meragukan lagi keandalannya karena telah mendapat rekomendasi dari kalangan perguruan tinggi.

Ketua Himpunan Ahli Teknik Tanah Indonesia (HATTI) Masyhur Irsyam mengatakan pondasi Sarang Laba-laba telah banyak digunakan untuk bangunan bertingkat hingga delapan lantai, jalan, bahkan apron bandara. "Konstruksi ini meskipun termasuk pondasi dangkal namun memiliki struktur yang kuat dan rigid," kata Masyhur Irsyam di Jakarta, Jumat (27/11).

Konstruksi sarang laba-laba yang patennya dipegang PT Katama Suryabumi ini banyak diterapkan di daerah yang sering mengalami gempa seperti di Aceh dan Sumatra Barat. Namun, persoalannya belum semua pemerintah daerah memiliki Perda seperti di DKI Jakarta yang mengharuskan bangunan tertentu memiliki sertifikat.

Memang, ujar Masyhur, perlu komitmen yang kuat dari tiap pemerintah daerah untuk menerapkan standar yang baku demi keamanan bangunan di wilayah masing-masing. Tetapi ia yakin sebagian besar pemerintah daerah terutama di daerah rawan bencana mulai mengarah ke sana. "Mereka tentunya ingin disain konstruksi yang aman," kata dia.

Untuk menggunakan konstruksi sarang laba-laba, Masyhur mengatakan, perlu melibatkan ahli tanah yang berperan untuk mengetahui kondisi tanah. Dengan begitu, pondasi bangunan yang digunakan disesuaikan dengan kondisi tanahnya.

Ia mengemukakan ada beberapa daerah yang kondisi tanahnya tidak stabil sehingga perlu penanganan khusus seperti di Hambalang, Bogor, Jawa Barat; tol Cipularang Jawa Barat; adn tol Semarang - Bawen, Jawa Tengah.

Penggunaan jenis konstruksi apakah konstruksi dangkal, dalam, atau khusus, semua itu memiliki perhitungannya sendiri. Kalkulasi itu juga melihat sisi ekonomisnya.

"Seperti di tol Cipularang, pilihannya ketika itu jembatan atau timbunan, kalau jembatan tentunya sangat mahal, pilihannya kemudian timbunan tentunya dengan pemeliharaan," ujar dia.

Masyhur mengatakan kemampuan ahli tanah di Indonesia tidak kalah dibandingkan ahli dari luar negeri. Kecuali untuk proyek-proyek konstruksi yang dikerjasamakan dengan asing yang memang harus mendatangkan konsultan luar.

Contohnya, pembangunan proyek MRT di Jakarta. "Tetapi selebihnya kita semua yang mengerjakan," kata dia.

Pemerintah, kata Masyhur, sangat ketat dalam kebijakan penggunaan tenaga konsultan termasuk tenaga ahli teknik tanah. Seperti halnya dalam tender pekerjaan konstruksi yang selalu mensyaratkan rekomendasi dari ahli semacam ini. Terlebih untuk daerah rawan bencana.

Persoalannya, Masyhur menyatakan, kebutuhan ahli teknik tanah di Indonesia masih sangat besar apalagi untuk Jakarta yang memiliki tim penasehat konstruksi bangunan (TPKB). Perda di Jakarta mengharuskan bangunan di atas delapan lantai mengantongi sertifikat yang diterbitkan TPKB. Di dalam sertifikat itu, pengembang wajib mendirikan bangunan tahan gempa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement