Senin 16 Nov 2015 13:28 WIB

Menabung 20 Tahun, Tukang Parkir Ini Dirikan Sekolah

Rep: mj05/ Red: Dwi Murdaningsih
Bang Jek bersama istrinya
Foto:
Bang Jek bersama istrinya

Sekolah itu berdiri lantaran pengalaman Bang Jek di masa lalu. Bang Jek yang semangat bersekolah terpaksa tidak bisa bersekolah lantaran keterbatasa biaya. Dari situ, Bang Jek bertekad mendirikan sekolah agar anak-anak yang tidak mampu dapat tetap bersekolah meskipun tidak ada biaya. Ia tidak ingin ada generasi berikutnya yang putus sekolah seperti dirinya hanya karena tidak punya uang.

“Di kampung saya, banyak orang-orang tidak punya seperti saya,” ujar Bang Jek.

Tak ada dalam benak Bang Jek untuk mengambil mengambil keuntungan dari sekolah ini. Dirinya mengaku bahkan tidak segan untuk menggunakan uang dari sakunya sendiri untuk membiayai operasional sekolah. Manfaat yang terasa, menurutnya, bukan berupa materi, tetapi ketenangan jiwa dan keluarganya.

“Enggak ada (keuntungan) sama sekali. Kalaupun memang ada, itu hanya ketenangan jiwa saya dan keluarga. Di rumah pun kekurangan juga, cuma kalau berpikir ke sana terus, manfaatnya enggak ada,” ujar Bang Jek.

Perjuangan mendirikan sekolah bukan tanpa hambatan. Beberapa kali dirinya harus jatuh bangun dalam usahanya itu. Sebagian besar masalahnya adalah dana yang terbatas, karena pendanaan sekolah tersebut hanya dari kantongnya yang hanya seorang juru parkir. Selain itu, beban psikologi datang dari masyarakat sekitar. Banyak yang meremehkan niatnya mendirikan sekolah.

Ia tidak ambil pusing dengan omongan tetangga. Baginya, ejekan itu justru menjadi pelecut dan motivasi untuk mewujudkan cita-citanya. Saat ini, ada 130 siswa yang bersekolah di sekolah miliknya. Mereka terdiri dari 50 siswa TK dan 80 siswa TPA. Sang istri, Yani, menjadi salah satu pengajar di sekolah tersebut.

Sekolah yang didirikannya sengaja tidak mematok biaya untuk uang bangunan. Hal tersebut dikarenakan sekolah ini memang menargetkan anak-anak dari kalangan tidak mampu yang berada di sekitar tempat bang Jek tinggal. Kalaupun ada, ia hanya meminta Rp 50 ribu untuk buku dan iqra.

“Seragam tidak diharuskan, yang penting anaknya ada kemauan untuk sekolah,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement