Jumat 29 May 2015 15:02 WIB

Kemendikbud: Guru Perbatasan Wajib Dapat Insentif Tambahan

Presiden Joko Widodo (tengah) berdiskusi dengan Mendikbud Anies Baswedan (kedua kanan) didampingi MenPAN-RB Yuddy Chrisnandi (kedua kiri) saat melepas Guru Garis Depan (GGD) di halaman Istana Negara, Jakarta, Senin (25/5).
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Presiden Joko Widodo (tengah) berdiskusi dengan Mendikbud Anies Baswedan (kedua kanan) didampingi MenPAN-RB Yuddy Chrisnandi (kedua kiri) saat melepas Guru Garis Depan (GGD) di halaman Istana Negara, Jakarta, Senin (25/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Penilaian Pendidikan (Kapuspendik) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nizam mengatakan guru yang mengabdi di daerah perbatasan Indonesia seharusnya wajib mendapat insentif tambahan untuk memenuhi kebutuhan.

"Mengajar juga butuh kesejahteraan, apalagi mengabdi di daerah perbatasan, maka sebaiknya perlu tunjangan tambahan bagi guru," kata Nizam usai mengisi seminar National Educators Conference 2015 di Jakarta, Jumat (29/5).

Ia mengatakan, insentif tambahan tersebut dapat berupa bantuan pengkreditan rumah atau peminjaman uang untuk membeli sarana transportasi yang nantinya bisa dicicil secara ringan.

"Profesi guru memang harus dimuliakan karena mereka akan mencetak anak-anak Indonesia yang meningkatkan daya saing bangsa," tuturnya.

Selain itu, ia juga menyarankan, guna meningkatkan kesejahteraan guru bisa saja diberi diskon khusus apabila membeli perlengkapan belajar-mengajar.

"Bisa saja berupa diskon khusus bagi guru apabila ingin membeli komputer atau laptop, buku atau tarif transportasi," kata Nizam.

Saran tersebut berdasarkan contoh dari negara lain yang memberi kesejahteraan bagi guru sehingga profesi tersebut sangat dihormati.

"Ada contoh di Korea Selatan yang profesi guru memang dihormati karena hanya sekitar 5 persen dari lulusan terbaik yang diperbolehkan menjadi guru," katanya.

"Kemudian saya analogikan, jika di Thailand biksu selalu mendapat tempat khusus jika dalam transportasi bisa saja suatu saat hal tersebut berlaku pada guru," tuturnya.

Tindakan-tindakan tersebut adalah upaya dalam mempopulerkan profesi guru, karena masyarakat yang berpotensi menjadi pengajar rata-rata memilih profesi yang bergaji besar, yaitu bidang nonakademis.

Sehingga kompetensi guru di atas rata-rata tidak seimbang dengan banyaknya siswa yang harus diajar di seluruh Indonesia, belum termasuk masih kosongnya pengajar di daerah-daerah terpencil.

"Bisa saja ilmuwan muda bibitnya ada di daerah terpencil, hanya saja belum terjamah oleh pengajar yang bagus dan mau ditempatkan di wilayah jauh," tambahnya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement