Jumat 29 May 2015 10:00 WIB
Ijazah Palsu

Ijazah Palsu Dampak dari Komersialisasi Pendidikan

Rep: C81/ Red: Erik Purnama Putra
Ijazah Palsu (ilustrasi)
Foto: Radiocirebon
Ijazah Palsu (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Pengamat pendidikan dari Kampus Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Serang, Banten, Syadeli Hanafi mengungkapkan, maraknya ijazah palsu di Indonesia merupakan dampak komersialsiasi pendidikan yang hanya beroientasi kepada uang.

Menurus Syadeli keberadaan ijazah palsu bukan hal baru dalam dunia pendidikan. Dia menyebut, ada pihak-pihak yang menyederhanakan pendidikan soal mendapatkan ijazah.

"Ijazah jadi segala-galanya. Makanya orang berani membayar sekian banyak uang untuk mendapatkan ijazah. Tujuannya dengan ijazah itu, orang akan mendapat pekerjaan yang kembali mendatangkan uang,” kata Syadeli kepada wartawan, Kamis (28/5).

Karenanya, Syadeli mengingatkan kepada masyarakat agar mempertimbangkan akreditasi perguruan tinggi sebagai acuan untuk memilih pendidikan. “Kita bisa lihat jaminan mutu pendidikannya. Karena kalau kampus yang benar, mulai dari tahapan seleksi mahasiswa hingga keberadaan mahasiswa terpantau Dikti. Jadi jelas proses pendidikannya, tidak asal dapat ijazah,” ujarnya.

Menurut Syadeli, kasus ijazah palsu itu merupakan tahap akhir dari proses pendidikan yang palsu. Meski demikian, ia menegaskan bahwa pemalsuan ijazah merupakan pelanggaran hukum sebagaimana tertuang dalam Pasal 67 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

"Itu kan hanya ujung saja, sebelumnya pasti ada ujian palsu, kartu hasil studi (KHS) palsu, nilai palsu, dan skripsi palsu. Jual beli nilai dan skripsi itu sudah menjadi rahasia umum. Makanya kalau mau benar-benar membersihkan proses pendidikan harus dari akarnya. Jangan hanya ujungnya saja," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement