Kamis 28 May 2015 20:42 WIB

Taufik Ismail Harap Pendidikan Sastra Bisa Ditingkatkan

Rep: c13/ Red: Dwi Murdaningsih
Seorang perempuan membaca salah satu buku sastra daerah dalam Kongres Internasional II Bahasa-bahasa Daerah Sulawesi Selatan di Makassar (ilustrasi).
Foto: Antara/Dewi Fajrian
Seorang perempuan membaca salah satu buku sastra daerah dalam Kongres Internasional II Bahasa-bahasa Daerah Sulawesi Selatan di Makassar (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sastrawan Indonesia, Taufik Ismail berharap pemerintah bisa memperbaiki kurikulum pendidikannya. Terutama, kata dia, perihal mata pelajaran Bahasa dan sastra Indonesia.

“Mata pelajaran Bahasa dan sastra Indonesia harus ditingkatkan lagi,” ujar Taufik saat silaturahim seni bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) pada Jumat (28/5) di Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Jakarta.

Taufik mengatakan bahwa permintaan ini sebenarnya sudah lama diungkapkan oleh pihaknya. Ia mengaku sudah lelah meminta hal ini karena sampai detik ini tidak pernah direalisasikan pemerintah.Menurut Taufik, ada dua hal yang perlu diterapkan pemerintah pada kurikulum terutama pada mata pelajaran (mapel) Bahasa dan sastra Indonesia. Pertama, ujarnya, kecintaan kepada buku perlu diterapkan pemerintah dalam dunia pendidikan.

Taufik mengungkapkan, pemerintah harus mewajibkan siswa SMA untuk membaca buku. Menurutnya, mereka harus bisa membaca 25 judul buku terutama sastra selama tiga tahun masa pendidikan. Ia menegaskan, cara ini bisa membantu Indonesia untuk bisa lebih cinta dengan buku. Selain itu, lanjut dia, generasi bangsa pun bisa mengenal  dunia kesustraan terutama karya sastra Indonesia.

Hal kedua yang perlu diterapkan, tambah Taufik, yakni pendidikan harus bisa membimbing para siswanya untuk terampil dalam menulis. Menurutnya, program ini perlu diterapkan pada mapel Bahasa dan sastra Indonesia.

Taufik menerangkan, pada perihal demikian, para siswa harus diwajibkan untuk menulis atau mengarang satu karya dalam satu minggu. Artinya, para siswa bisa menghasilkan 108 karya selama tiga tahun. Menurutnya, program ini jelas akan meningkatkan keterampilan menulis anak bangsa ke depannya.

Taufik juga mengutarakan alasannya begitu keras ingin menerapkan kedua program itu. Menurutnya, hal ini terinspirasi dari situasi pendidikan Indonesia di 1930-an. Ia menegaskan, kemampuan membaca dan menulis para siswa di masa itu jelas lebih baik daripada zaman sekarang. Selain itu, dia juga mengaku kesustraan Indonesia kurang memiliki daya tarik dan fokus dari banyak pihak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement