Kamis 28 May 2015 13:13 WIB

Akademikus: Peredaran Ijazah Palsu Sulit Dikontrol

Dinas Pendidikan Banten memusnahkan blangko ijazah tak terpakai.
Foto: Antara
Dinas Pendidikan Banten memusnahkan blangko ijazah tak terpakai.

REPUBLIKA.CO.ID, GORONTALO -- Akademikus Universitas Negeri Gorontalo (UNG), Sutrisno, menilai peredaran ijazah palsu di Indonesia memang sulit dikontrol, dengan banyaknya perguruan tinggi di Indonesia.

"Karena sulitnya dikontrol oleh pemerintah, memicu sebagian orang yang memliki dana lebih menginginkan sesuatu yang instan, rela merogok kocek yang tidak sedikit untuk mendapatkan ijazah palsu," kata Sutrisno, Kamis (28/5), sambil berharap pemerintah menindaktegas persoalan ini.

Menurutnya, ijazah merupakan akumulasi dari apa yang dipelajari atau dilakukan, tetapi dengan adanya ijazah tergantung dengan cara orang memahaminya. "Jika seseorang berpikir ijazah merupakan sarana untuk melegalkan bahwa dia pernah belajar seperti orang lain, ini merupakan sesuatu pemahaman yang keliru," ujar Sutrisno.

Ijazah merupakan suatu proses dari apa yang dilakukan seseorang, orang yang tidak melakukan proses itu seharusnya dia jujur pada dirinya sehingga dia tidak berhak mendapatkan gelar itu. Sehingga hal yang sangat merugikan ini, tidak terjadi jika ditanamkan rasa malu dan jujur kepada diri sendiri.

"Kita bisa mengambil contoh pada Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang tidak malu dengan ijazah SMP, dan tidak pernah sekolah tinggi," paparnya.

Menteri tersebut tidak malu, serta jujur kepada masyarakat bahwa dia bukan tamatan perguruan tinggi dan tidak memiliki ijazah, namun dia mempunyai kelebihan dan kemampuan untuk memimpin Indonesia di bidang kelautan dan perikanan dengan bijaksana.

Sementara itu, Dosen Ekonomi Pembangunan, Universitas Negeri Gorontalo, Herwin Mopangga, menambahkan jika praktek-praktek illegal ini tidak segera diselidiki dan diberi sanksi, maka ke depan bangsa ini akan semakin dirugikan.

Salah satu contoh yang bisa dirasakan yaitu jika pemerintah menggaji seorang yang memiliki ijazah palsu pada jabatan tertentu, karena dia memiliki kualifikasi tertentu sesuai dengan ijazah yang dimilikinya.

"Namun jabatan yang diberikan tidak sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan yang dia milki karena tidak mengikuti proses pembelajaran sesuai dengan ijazah yang dimiliki, maka hal ini akan sangat merugikan pemerintah dan masyarakat," papar Herwin.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement