Sabtu 23 May 2015 17:30 WIB

Menristekdikti Akui Jual-Beli Skripsi Acapkali Terjadi

Rep: c13/ Red: Satya Festiani
Jasa Skripsi dan Tesis (ilustrasi)
Foto: facebook
Jasa Skripsi dan Tesis (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), M Natsir mengakui kasus jual-beli skripsi acapkali terjadi di Indonesia ini. Menurutnya, hal ini juga bukan menjadi rahasia umum lagi di masyarakat.

“Jual-beli skripsi juga seringkali terjadi,” ujar Natsir kepada wartawan tadi malam, Jumat (22/5) di kediamannya, Jakarta.

Natsir berpendapat, jual-beli skripsi merupakan tanda seseorang yang ingin menggunakan jalan pintas untuk menyelesaikan keperluannya dalam menyelesaikan kuliahnya. Menurutnya, kondisi ini juga menjadi penilaian bahwa ada banyak mahasiswa yang tidak suka menjalani proses yang sudah ditentukan dalam dunia perkuliahan. Untuk itu, dia juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap kasus tersebut.

Menurut Natsir, pihak yang pantas disalahkan dalam jual-beli skripsi ini adalah mahasiswa. Oleh sebab itu, dia berharap mereka bisa mengubah pola pikir yang jelas-jelas menjatuhkan marwah bangsa Indonesia dalam dunia pendidikan ini. Ia menegaskan, para mahasiswa juga harus bisa dibimbing dan dibina dengan baik agar masalah demikian tidak terjadi lagi.

Selain mahasiswa, menurut Natsir, para penguji dan dosennya juga harus bertindak. Maksudnya, kata dia, para pendidik hendaknya tidak mudah untuk mempercayai hasil karya mahasiswa. Menurutnya, para penguji harus pandai menelusuri dan bertindak tegas kepada mahasiswa yang melakukan tindakan tersebut.

Agar kasus ini tidak terjadi lagi, Natsir juga mengungkapkan sejumlah saran yang hendaknya dilakukan oleh seluruh Perguruan Tinggi (PT). Menurutnya, penulisan skripsi diharapkan tidak menjadi hal yang wajib dilakukan para mahasiswa untuk menyelesaikan kuliah. Ia mengatakan, skripsi hanya sebagai pilihan atau opsional bagi mahasiswa S1.

Natsir mengaku kebijakan tersebut sebenarnya sudah diterapkan dalam peraturan menteri sejak lama. “Skripsi sebagai pilihan itu sebenarnya sudah ada kebijakannya,” kata dia. Hanya saja, ujarnya, hanya beberapa PT yang baru melakukan dan menerapkan kebijakan tersebut semisal Universitas Indonesia (UI).

Natsir menjelaskan, skripsi memang tidak menjadi hal yang wajib untuk dilakukan mahasiswa yang ingin menyelesaikan kuliahnya. Menurutnya, para mahasiswa diminta untuk memilih antara membuat skripsi atau laporan kerja lapangan yang setingkat dengan skripsi.

Natsir berharap seluruh PT di Indonesia bisa menerapkan kebijakan tersebut. Menurutnya, hal ini jelas bisa mencegah kecurangan seperti jual-beli skripsi.

Selain itu, menurut Natsir, skripsi itu persyaratan kuliah yang hanya diterapkan di Indonesia. Ia menyatakan, tidak ada negara yang memiliki persyaratan demikian dalam dunia perkuliahan di luar sana selain Indonesia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement