Kamis 21 May 2015 16:19 WIB

Ombudsman Temukan 176 Pelanggaran UN

Rep: c13/ Red: Dwi Murdaningsih
Petugas Lapas mengawasi anak didik Lapas yang mengerjakan soal Ujian Nasional hari pertama di Biklik Sekolah Filial Lapas Anak Palembang, Sumsel, Senin (18/5).
Foto: Antara/eny Selly
Petugas Lapas mengawasi anak didik Lapas yang mengerjakan soal Ujian Nasional hari pertama di Biklik Sekolah Filial Lapas Anak Palembang, Sumsel, Senin (18/5).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) mengaku menemukan 176 pelanggaran ketika pelaksanaan Ujian Nasional dengan konsep Paper Based Test (UN PBT)  di tingkat SMP/sederajat dan SMA/sederajat di 2015. Sejumlah pelanggaran ini sendiri ditemui ORI di seluruh daerah Indonesia, yakni di 33 provinsi.

“Kami menemukan 176 pelanggaran ketika pelaksanaan UN PBT di tingkat SMP dan SMA,” ujar Komisioner Bidang Penyelesaian Laporan Ombudsman, Budi Santoso saat Konferensi Pers tentang evaluasi dan penyelenggaraan UN pada Kamis (21/5).

Menurut Budi, sejumlah temuan ini berasal dari investigasi dan laporan yang dilakukan ORI pusat dan perwakilan di daerah-daerah. Menurutnya, ORI sudah menurunkan sejumlah tim untuk memantau pelaksanaan UN SMP dan SMA beberapa waktu lalu.

Budi menerangkan, temuan-temuan ini terdiri dari banyak klasifikasi pelanggaran. Pada UN PBT, kata dia, saling kerjasama antar peserta merupakan jumlah terbesar dari pelanggaran yang ditemukan ORI. Menurutnya, sekitar 14,80 persen pelanggaran terjadi dalam hal ini pada pelaksanaan UN PBT SMP dan SMA tahun ini.

Selanjutnya, pelanggaran pada pengawas terdapat pada posisi kedua. Menurut Budi, 13,10 persen pengawas telah membiarkan para peserta UN untuk melakukan kerjasama saat pelaksanaan UN.

Kebocoran kunci jawaban UN sendiri berada di posisi ketiga. Budi menyatakan, sekitar delapan persen pelanggaran terjadi pada hal yang berkaitan dengan kebocoran UN waktu lalu.

Beberapa kecurangan dan pelanggaran, ujar Budi, memang masih banyak terjadi untuk pelaksanaan UN PBT tahun ini. Selain ketiga hal tersebut, Budi mengungkapkan pelanggaran dalam bentuk prosedur atau tidak patuhnya pada Prosedur Operasional Standar (POS) juga masih terjadi. Padahal, lanjutnya, POS yang sudah diedar pemerintah itu seharusnya bisa menjadi acuan teknis  pada pelaksanaan UN 2015 di semua lokasi ujian.

“Kami sangat apresiasi adanya kondisi tersebut,” tutupnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement