Senin 13 Apr 2015 19:42 WIB

M Nuh: UN yang Digelar Berpotensi Labrak Aturan

Rep: Andi Nurroni/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh
Foto: Republika/Rakhmawaty
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA — Pelaksanaan Ujian Nasional (UN) SMA dan jenjang sederajat yang digelar mulai 13 April 2015 berpotensi melanggar peraturan. Hal tersebut disampaikan mantan Mendikbud Muhammad Nuh.

Nuh menjelaskan, PP 13/2015 tentang Stadar Nasional Pendidikan menyebutkan sejumlah fungsi Ujian Nasional. Salah satunya, yakni sebagai mekanisme seleksi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Seperti dimaksudkan Nuh, pada Pasal 68 peraturan tersebut berbunyi, “hasil Ujian Nasional digunakan sebagai dasar untuk a. pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan; b. pertimbangan seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; dan c. pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan”.

Fungsi UN sebagai mekanisme seleksi ke jejang pendidikan yang lebih tinggi dalam PP 13/2015, menurut Nuh, berpotensi tidak bisa diterapkan karena waktu yang tidak sinkron. “Hasil seleksi SNMPTN diumumkan pada 9 Mei, sementara pengumuman hasil UN SMA pada 18 Mei. Berarti hasil UN tidak bisa dipakai seleksi masuk perguruan tinggi,” ujar Nuh kepada ROL, Senin (13/4).

Selain itu, Nuh berpendapat, dengan dihilangkannya fungsi UN sebagai syarat kelulusan, besar kemungkinan pihak perguruan tinggi juga akan kehilangan apresiasinya terhadap UN. “Ibaratnya, sekolah sendiri tidak menjadikan UN sebagai syarat kelulusan, kenapa itu harus dipakai standar oleh perguruan tinggi? Kalau PTN bilang menjadikan nilai UN pertimbangan, itu hanya etika birokrasi saja,” ujar Nuh.

Nuh lanjut berpendapat, jika fungsi hasil UN sebagai syarat kelulusan dan mekanisme seleksi ke jenjang pendidikan lebih tinggi dihilangkan, maka hanya menyisakan dua fungsi. Dua fungsi tersebut, yakni ‘pemetaan’ dan ‘pemberian bantuan’. Jika fungsinya hanya dua itu, menurut Nuh, tidak perlu ada UN, tetapi cukup survei, sehingga tidak memakan biaya ratusan miliar.

Nuh menyesalkan, Ujain Nasional yang kini dihadapi siswa dengan sungguh-sungguh telah kehilangan makna. “Jangan sampai murid kecewa. Dikira bisa dipaikai seleksi PTN, padahal tidak. Kasian anak-anak.  UN cuma jadi PHP, pemberi harapan palsu,” kata Nuh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement