Selasa 31 Mar 2015 20:45 WIB

Belajar di Sekolah yang Menyenangkan

Salah satu kegiatan murid-murid Sekolah Alam Cikeas (SAC) di laboratorium.
Foto: Sekolah Alam Cikeas
Salah satu kegiatan murid-murid Sekolah Alam Cikeas (SAC) di laboratorium.

REPUBLIKA.CO.ID, CIKEAS -- Pagi itu, sekitar 20 siswa terlihat bergerombol di depan sebuah laptop yang diletakkan di atas sebuah bangku kayu kecil di ruang kelas. Sambil duduk di lantai, beberapa di antaranya tidur-tiduran, mereka menonton sebuah film dokumenter tentang penjajahan Jepang di Indonesia.

Usai menonton, sang guru meminta mereka menuliskan cerita dalam film tersebut ke dalam secarik kertas. Anak-anak kelas lima SD itu pun berhamburan ke luar kelas dan mulai mengerjakan tugas tersebut secara berkelompok.
 
Beberapa menit kemudian, para murid sudah berkumpul kembali ke ruang kelas. Tiap kelompok kemudian membacakan tulisan mereka satu demi satu di hadapan teman-temannya. Mata pelajaran Sosial hari itu diakhiri dengan sesi tanya-jawab santai.
 
"Pulau mana saja yang menjadi sasaran penjajahan Jepang?...Mana yang lebih dulu, peristiwa Pearl Harbor atau penjajahan Jepang?..," Demikian sejumlah pertanyaan yang diajukan para siswa tersebut kepada rekan-rekannya yang melakukan presentasi di depan kelas.
 
Itulah salah satu kegiatan yang ditemui Republika saat berkunjung ke Sekolah Alam Cikeas (SAC), Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Selasa (10/3) lalu. SAC menamai metode pembelajaran mereka dengan nama //fun learning//, sebuah konsep belajar sambil bermain yang diterapkan di lingkungan sekolah.
 
Salah satu ciri konsep fun learning adalah pendekatan yang memusatkan perhatian pada siswa (student centered approach). Metode pengajaran secara monolog oleh guru tidak lagi menjadi yang utama.
 
Dalam konsep tersebut, tugas guru tidak semata-mata sebagai pengajar yang bertugas mentransfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), namun juga sebagai fasilitator dalam kegiatan belajar. "Kami memang harus mengemas pelajaran semenarik mungkin sehingga para murid bisa mengikuti dengan antusias," ujar Desana Jakti, salah seorang guru SD SAC, kepada Republika.
 
Selain itu, konsep fun learning juga terlihat dari ketiadaan hal-hal yang lazim ditemui di sekolah-sekolah lain seperti seragam sekolah dan tugas pekerjaan rumah. Bahkan, mayoritas pelajaran setiap harinya dilakukan di luar kelas seperti outbond, green lab, atau perpustakaan.
 
Para orang tua pun memiliki keterlibatan besar dalam kegiatan-kegiatan putra-putrinya di sekolah. Para wali murid tersebut diberi ruang seluas-luasnya untuk menggelar kegiatan yang bisa berkontribusi untuk proses pembelajaran para siswa seperti workshop, pameran, pentas seni, dan sebagainya.
 
"Konsep ini membuat siswa-siswa kami sangat antusias untuk masuk sekolah. Mereka bahkan sampai takut tidak masuk karena khawatir tertinggal akan hal-hal yang bisa mereka peroleh di sekolah," ujar Kepala Sekolah Dasar SAC, Pungky Aryogo Putro.
 
Tujuan akhir dari konsep ini, kata Pungky, adalah menciptakan lulusan yang memiliki akhlakul karimah, mampu berpikir dengan logika ilmiah, serta mempunyai jiwa kepemimpinan dan kewirausahaan (entrepreneurship).
 
Psikolog anak, Anna Surti Ariani, mengungkapkan konsep belajar yang menyenangkan sudah sewajarnya diterapkan di sekolah. Hal itu menurutnya akan membuat anak-anak berani mengungkapkan pendapat dan bertanya sehingga tercipta daya pikir kritis. 
 
"Jika seorang anak merasa senang dengan proses pembelajaran, maka ia tak akan memiliki hambatan-hambatan yang berarti secara emosional sehingga bisa lebih fokus dalam meraih prestasi," ujarnya.
 
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan, menyatakan sudah menjadi tugas pendidik dan tenaga kependidikan, serta seluruh kalangan peduli pendidikan untuk menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan. 
 
“Begitu kita bisa menciptakan suasana menyenangkan dalam pembelajaran, maka potensi peserta didik akan tumbuh besar,” kata mantan rektor Universitas Paramadina itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement