Ahad 22 Feb 2015 08:42 WIB

Siswi Yogya Kembangkan Alat Irigasi Otomatis

Rep: Yulianingsih/ Red: Yudha Manggala P Putra
Irigasi sawah
Foto: antara
Irigasi sawah

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dua siswi SMA Kesatuan Bangsa Yogyakarta berhasil membuat sebuah alat yang bisa mendeteksi dan melakukan sistem irigasi secara otomatis sesuai kebutuhan tanaman di areal pertanian.

Alat yang masih dalam bentuk prototipe ini bahkan telah memenangkan ajang Indonesian Science Project Olympiad (ISPO) di Jakarta 16-18 Februari lalu bidang rekayasa teknologi.

Alat bernama sistem cerdas pengairan tanaman C3 menggunakan sensor kelembaban tanah berbasis jaringan nirkabel ini  mampu memperoleh emas di ajang tersebut. Kedua siswi yang berhasil menciptakan alat irigasi otomatis ini bernama Nabila  Zabrajad Assyahidah dan Kim Yoo Min. Keduanya adalah siswi kelas 11 SMA Kesatuan Bangsa Yogyakarta.

Saat ditemui di sekolahnya, Nabila mengatakan, ketertarikannya menciptakan alat tersebut berawal dari pengamatannya pada sistem irigasi yang dilakukan para petani di Yogyakarta dan Indonesia pada umumnya yang masih sangat tradisional.  Menurut gadis kelahiran Yogyakarta, 9 Agustus 1998 ini, irigasi terhadap tanaman pertanian di harus dilakukan dengan  penuh ketelitian.

Kandungan air untuk setiap jenis tanaman satu dengan lainnya berbeda-beda sehingga sistem irigasi harus  dilakukan secara cermat. Apalagi irigasi berpengaruh besar pada produktivitas tanaman pertanian.

Diakui Kim Yoo Min, tidak mudah bagi keduanya dalam merangkai dan membuat alat irigasi otomatis tersebut. "Basic kami di IPA bukan elektro sehingga cukup sulit bagi kami merangkai alat-alat ini sendiri, meskipun pada akhirnya kita bisa membuatnya namun butuh perjuangan cukup keras," ujar gadis keturunan Korea ini.

Alat ini menurut Kim, terdiri dari dua alat yang saling terkait. Alat pertama diberinama Node atau pengirim dan alat kedua adalah penerima atau koordinator.

Node ini  kata Kim, dipasang di dekat sawah dimana sensor yang tersambung dengan jaringan elektro di dalam Node ditancapkan di tanah persawahan tersebut. Sementara kotak kedua yaitu koordinator dipasang di dekat pompa air irigasi dan tersambung dengan aliran listrik.

Ketika tanah persawahan tersebut mengalami kekeringan atau kelembaban tanah berkurang, maka sensor yang ditancapkan di tanah persawahan ini akan langsung mengirim data ke Node. Node ini kemudian mengirimkan datanya secara otomatis ke koordinator. Koordinator yang menangkap data ini lalu akan menghidupkan pompa saluran irigasi secara otomatis untuk mengairi lahan persawahan tersebut.  

"Begitupula saat kelembaban tanah sudah tercapai sesuai kebutuhan tanaman maka sensor juga akan mengirim data ke Node yang diteruskan ke koordinator untuk mematikan pompa saluran irigasi tersebut sehingga irigasi akan mati dengan sendirinya," ujar gadis berjilbab yang lahir di Kudus, 24 Desember 1997 ini.

Alat cerdas irigasi otomatis ini bisa dibuat kedua gadis muslim ini selama tiga bulan percobaan sejak Oktober 2014 hingga Januari 2015. Keduanya menghabiskan dana sekitar Rp 700 ribu untuk membuat rangkaian alat tersebut.

Menurutnya, saat ini dirinya dan Nabila masih harus berjuang keras mengembangkan teknologi dari alat tersebut agar bisa lebih maksimal dalam kinerjanya. Pasalnya tahun ini keduanya akan dikirim mengikuti ajang rekayasa teknologi tingkat internasional  di Brasil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement