Kamis 02 Oct 2014 21:59 WIB

Guru Rentan Dimanfaatkan Politisi

Rep: C 91/ Red: Indah Wulandari
 Ribuan guru menghadiri acara puncak peringatan Hari Guru Nasional Tahun 2013 dan HUT ke-68 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Istora Senayan, Jakarta, Rabu (27/11). (Republika/Prayogi)
Ribuan guru menghadiri acara puncak peringatan Hari Guru Nasional Tahun 2013 dan HUT ke-68 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Istora Senayan, Jakarta, Rabu (27/11). (Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai, rencana sentralisasi organisasi guru rentan menjadi ajang politik jika tak diperkuat dengan semangat berorganisasi.

"Adapun alasan dari rencana pemerintah menarik guru menjadi pegawai pemerintah pusat adalah karena guru selama ini, di berbagai daerah selama ini dipolitisasi untuk mendukung calon kepala daerah tertentu," kata Sekretaris Jenderal FSGI, Retno Listyarti, Kamis, (2/10).

Menurutnya, guru sering diperalat oleh kepentingan politik, sehingga bila kandidatnya menang ia bisa merasa tenang, namun sebaliknya, bila kandidatnya kalah, jabatannya dipertaruhkan. Ia menambahkan, bila organisasi guru diperkuat, maka profesi guru tak akan dipolitisasi.

Retno menjelaskan, lemahnya organisasi guru juga disebabkan karena organisasi tersebut tak diurus langsung oleh guru. Padahal menurut Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD), mengharuskan, organisasi guru, harus dibentuk dan diurus oleh guru.

"Beberapa organisasi berskala nasional misalnya Persatuan Guru Republik Indonesia, tidak diurus oleh guru. Hal ini menyalahi UUGD pasal 1 butir 13," jelasnya.

Ia menegaskan, seharusnya organisasi guru bukan dipolitisasi melainkan didorong untuk memengaruhi kebijakan pendidikan, baik di level daerah atau pun nasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement