Rabu 24 Sep 2014 13:17 WIB

Soal Kontroversi 4x6 dan 6x4, Ridwan Hasan: Guru Ibarat Sopir Profesional

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Bilal Ramadhan
Ridwan Hasan
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ridwan Hasan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Media sosial sedang heboh menyusul pemberitaan tentang tugas matematika seorang siswa SD bernama Habibi yang mendapat ponten merah dari gurunya. Persoalannya sederhana, Habibi menuliskan bahwa 4+4+4+4+4+4 = 4x6, yang kemudian disalahkan sang guru karena jawaban yang benar adalah 6x4.

Kakak Habibi, M Erfas Maulana yang juga mahasiswa disalah satu perguruan tinggi negeri di Semarang itu memosting jawaban adiknya di media sosial. Sontak saja postingan Erfas menuai berbagai argumentasi, mulai dari netizen, pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hingga sejumlah profesor ahli.

Tokoh matematika nasional, Ridwan Hasan Saputra menyoroti pentingnya peran guru dalam pendidikan dasar siswa. Dalam menerapkan sistem baru kurikulum 2013, Tokoh Perubahan Republika 2013 itu menilai guru harus mendapatkan training lebih intensif. Pasalnya, banyak yang belum mengerti dan memahami.

"Yang penting itu bukan perubahan kurikulumnya, tapi pembinaan kualitas sumber daya manusia (SDM) gurunya," ujar Ridwan ketika dihubungi Republika, Rabu (24/9).

Ahli matematika nalariah ini mengibaratkan kurikulum baru itu seperti mobil mercy, sedangkan guru adalah sopirnya. "Kurikulum baru itu ibarat mobil mercy. Jika sopirnya adalah sopir angkot, tetap saja nabrak. Sopir yang bagus itu adalah sopir profesional, walaupun mobilnya cuma angkot," ujar Ridwan.

Seperti diketahui, media sosial sedang heboh menyusul pemberitaan tentang tugas matematika seorang siswa SD bernama Habibi yang mendapat ponten merah dari gurunya. Persoalannya sederhana, Habibi menuliskan bahwa 4+4+4+4+4+4 = 4x6, yang kemudian disalahkan sang guru karena jawaban yang benar adalah 6x4.

Kakak Habibi, M Erfas Maulana yang juga mahasiswa disalah satu perguruan tinggi negeri di Semarang itu memosting jawaban adiknya di media sosial. Sontak saja postingan Erfas menuai berbagai argumentasi, mulai dari netizen, pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hingga sejumlah profesor ahli.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement