Rabu 24 Sep 2014 12:36 WIB

Ridwan Hasan Komentari Perdebatan Profesor UI dan ITB Soal 4x6

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Bilal Ramadhan
Ridwan Hasan
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ridwan Hasan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Ahli matematika nalariah, Ridwan Hasan Saputra ikut mengamati perkembangan berita soal matematika SD di media sosial yang akhirnya heboh di berbagai media. Tokoh matematika nasional itu juga kaget sekaligus merasa lucu bahwa masalah kecil ini sempat menjadi debat dua profesor, Yohanes Surya dan Iwan Pranoto, di media sosial Twitter.

"Jika ingin tahu tentang matematika, tanyakan kepada ahli pendidikan matematika. Saya juga merasa lucu bahwa masalah ini sampai membuat debat dua profesor. Ini adalah masalah pendidikan matematika dengan matematika murni," kata Ridwan kepada Republika melalui sambungan telepon, Rabu (24/9).

Iwan Pranoto adalah profesor matematika dari Institut Teknologi Bandung (ITB) sedangkan Yohanes Surya adalah profesor fisika dari Universitas Indonesia. Keduanya mengecap pendidikan S1 di Departemen Fisika. Ridwan melihat matematika di perguruan tinggi sudah abstrak. Jika di tingkat dasar, matematika yang diajarkan harus riil dan mudah dipahami anak.

"Pak Iwan Pranoto akan memandang jawaban anak kelas 2 SD itu benar secara hasil (komutatif), sedangkan guru mengutamakan proses yang benar. Matematika riil dengan matematika yang sudah diaplikasikan ke contoh kehidupan nyata ya memang tidak nyambung," kata peraih Tokoh Perubahan Republika 2013 ini.

Seperti diketahui, media sosial sedang heboh menyusul pemberitaan tentang tugas matematika seorang siswa SD bernama Habibi yang mendapat nilai merah dari gurunya. Persoalannya sederhana, Habibi menuliskan bahwa 4+4+4+4+4+4 = 4x6, yang kemudian disalahkan sang guru karena jawaban yang benar adalah 6x4.

Kakak Habibi, M Erfas Maulana yang juga mahasiswa disalah satu perguruan tinggi negeri di Semarang itu mengunggah jawaban adiknya di media sosial. Sontak saja postingan Erfas menuai berbagai argumentasi, mulai dari netizen, pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hingga sejumlah profesor ahli.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement