Selasa 23 Sep 2014 17:25 WIB

Dorong Orang Tua Sekolahkan Anak Difabel, Lurah Diterjunkan

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Djibril Muhammad
Sejumllah difabel mengikuti workshop yang digelar MPP PP Muhammadiyah
Foto: Heri Purwata/Republika
Sejumllah difabel mengikuti workshop yang digelar MPP PP Muhammadiyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pendidikan Khusus Layanan Khusus Dikdas Mudjito mengatakan, meski di daerah terdapat SLB dan sekolah inklusif, namun tidak otomatis anak difabel atau berkebutuhan khusus dapat mengaksesnya.

"Orang tua meski sangat terdidik kadang merasa malu punya anak difabel. Mereka cenderung menyimpan anaknya di rumah agar tidak dilihat orang lain," kata Mudjito, di Jakarta, Selasa (23/9).

Kalau sudah begini, ujar Mudjito, pihaknya sering meminta bantuan lurah setempat ikut terjun. Mereka diminta membujuk orangtuanya untuk mau menyekolahkan anaknya di sekolah inklusif atau di SLB.

"Orang tua difabel perlu disadarkan pendidikan anaknya sangat penting diberikan. Sebab ini merupakan bekal hidup anak di kemudian hari kelak," kata Mudjito.

Bahkan, ujar Mudjito, ada temannya yang mengambil S2 soal pendidikan bagi difabel. Sebagai orangtua, ia hanya ingin mengabdikan hidupnya bagi anaknya saja.

Bagi anak-anak difabel seperti cacat tangan, cacat kaki namun IQ masih tinggi dan bisa mengikuti pelajaran dengan baik, disarankan masuk ke sekolah inklusif sehingga bergabung dengan anak-anak biasa lainnya.

"Justru masuk ke sekolah inklusif ini dampanya positifnya banyak, anak difabel kognitifnya makin cepat berkembang sedangkan anak biasa memiliki empati yang lebih besar kepada difabel," kata Mudjito.

Namun, ujar Mudjito, untuk anak difabel yang IQ di bawah 70 lebih baik masuk ke SLB. Sebab, mereka yang membutuhkan pendidikan khusus, sulit kalau mengikuti pelajaran di sekolah inklusif. Saat ini terdapat 2.430 sekolah inklusif. Sedangkan jumlah SLB sebanyak 1.774.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement