Selasa 23 Sep 2014 17:11 WIB

Indonesia Kurang Guru SLB

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Djibril Muhammad
  Siswa penyandang tuna netra Novitriyani (kiri), dan Ikhsanegi Ramadhan (kanan) mengikuti Ujian Nasional di SLB Bagian-A (Tuna Netra) Pembina Tingkat Nasional, Jakarta Selatan, Senin (14/4).(Republika/Yasin Habibi)
Siswa penyandang tuna netra Novitriyani (kiri), dan Ikhsanegi Ramadhan (kanan) mengikuti Ujian Nasional di SLB Bagian-A (Tuna Netra) Pembina Tingkat Nasional, Jakarta Selatan, Senin (14/4).(Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pendidikan Khusus Layanan Khusus Dikdas Mudjito mengatakan, untuk meningkatkan angka partisipasi anak-anak difabel di sekolah pemerintah mulai membangun sekolah luar biasa (SLB) di berbagai daerah yang belum punya SLB. Hingga saat ini sebanyak 112 kabupaten yang  belum memiliki SLB, Selasa, (23/9).

Direktorat Pendidikan Dasar, ujar Mudjito, berupaya meningkatkan akses pendidikan anak berkebutuhan khusus dengan menyediakan 20 pusat pendidikan autis di seluruh Indonesia. Hal ini dinilai dapat meningkatkan akses pendidikan yang dibutuhkan anak-anak tersebut.

Selain itu, kata Mudjito, pihaknya juga menjamin terselenggaranya pendidikan khusus di sekolah yang dikelola yayasan. Direktorat Pembinaan PKLK Dikdas memberikan bantuan kepada sekolah berkebutuhan khusus sebesar Rp 30 juta per sekolah atau lembaga.

"Pada tahun ini sebanyak 74 lembaga menerima bantuan ini. Kami harap ini meningkatkan akses pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus," ujar Mudjito.

Terkadang, kata Mudjito, SLB sudah tersedia di daerah. Namun sayangnya sumber daya guru yang mengajar di sana bukan lulusan Pendidikan Guru Luar Biasa (PGLB) sehingga gurunya kurang mampu menangani anak difabel ini.

"Kebanyakan PGLB ini hanya ada di Jawa, Padang, Makassar. Di daerah terpencil jarang ada, makanya SDM untuk mengajar di SLB tidak banyak,"ujar Mudjito.

Makanya, terang Mudjito, guru-guru SLB atau sekolah inklusif  boleh mengambil kuliah kompetensi tambahan di Universitas Negeri Surabaya dan Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Di sana ada jurusan untuk  menangani anak-anak difabel guna mengatasi kekurangan guru anak difabel.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement