Selasa 09 Sep 2014 23:38 WIB

FSGI: Kemdikbud dan Kepolisian Harus Lacak Pungli Tunjangan Guru

Rep: C87/ Red: Ichsan Emerald Alamsyah
Kenaikan tunjangan guru disinyalir sebagai salah satu penyebab meningkatkan perceraian di kalangan guru. (ilustrasi)
Foto: www.pdk.or.id
Kenaikan tunjangan guru disinyalir sebagai salah satu penyebab meningkatkan perceraian di kalangan guru. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –  Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), meminta Irjen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) segera menindaklanjuti temuan pungutan liar (pungli) tunjangan guru. Pungli ini menurut mereka dilakukan Dinas Pendidikan (Disdik).

FSGI menyatakan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri, Irjen memiliki wewenang untuk memberikan hukuman kepada PNS yang melanggar. Sekretaris Jenderal FSGI, Retno Listyarti, mengatakan jika pelanggaran dilakukan PNS maka Irjen bisa memberikan hukuman.

Bentuk hukuman bisa berupa penurunan pangkat atau mungkin diberhentikan dengan tidak hormat."Irjen bisa melakukan itu kepada PNS karena punya wewenang,” kata Retno saat dihubungi ROL, Selasa (9/9).

Ia juga meminta kepolisian ikut turun tangan. Sebab, kewenangan Irjen hanya sebatas hukuman, sedangkan kewenangan pidana berada di tangan kepolisian.

“Irjen tidak bisa eksekusi kalau itu pungutan-pungutan termasuk kriminal harus ke kepolisian,” imbuhnya. Retno juga mengimbau kepada para guru yang merasa dirugikan untuk melapor dengan membawa bukti.

Bukti bisa berupa foto, video atau rekaman transaksi pungli. Menurutnya, guru harus cerdas dalam menghadapi persoalan pungli.

“Pungutan ini tidak berhenti kalau tidak ada laporan. Mungkin banyak kasus tapi tidak ketahuan karena tidak ada laporan dan bukti,” jelasnya.

Sejauh ini, FSGI belum menerima laporan pungli tunjangan guru. Terakhir, pada 2012 pihaknya menerima laporan pungli di Kementerian Agama (Kemenag) yang membawahi Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA).

Lantaran tidak memiliki jaringan di Kemenag, sehingga FSGI tidak bisa menindaklanjuti. “Waktu itu 2012 paling banyak kasus di Kemenag. Mereka bukan anggota FSGI, kami hanya bisa mengadvokasi anggota,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement