Selasa 02 Sep 2014 07:05 WIB

19 Negara ICEVI Bahas Proses Belajar Bagi Anak MDVI

Rep: c56/ Red: Hazliansyah
 Siswa penyandang tuna netra mengerjakan soal mata pelajaran bahasa Indonesia saat Ujian Nasional di Jakata Selatan, Senin (14/4).(Republika/Yasin Habibi)
Siswa penyandang tuna netra mengerjakan soal mata pelajaran bahasa Indonesia saat Ujian Nasional di Jakata Selatan, Senin (14/4).(Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- 19 negara yang tergabung dalam Council for Education of People With Visual Impairment (ICEVI) melakukan pertemuan di Mataram, pada 31 Agustus hingga 4 September 2014. 

Dalam pertemuan kali ini, akan membahas substansi yang berhubungan dengan permasalahan pembelajaran tunaganda (Multiple Disability Visually Impairment (MDVI), dan pendidikan inklusi. 

Anak MDVI adalah mereka yang memiliki hambatan penglihatan disertai dengan satu atau lebih hambatan lainnya, baik berupa hambatan sensoris, motorik maupun intelegensi. Kombinasi dari kehilangan fungsi ketiga hal tadi akan berdampak langsung pada proses belajar mereka, dan pemahaman tentang suatu konsep mengenai dunia di luar dirinya maupun kemampuan berkomunikasi.  

Hal inilah yang coba diangkat ICEVI dalam konferensi sehingga penderita MDVI mampu menikmati proses belajar yang sesuai dengan mereka. 

Direktur Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PKLK) Dikdas, Dr. Mudjito mengatakan, sebuah tantangan besar dalam menyediakan sistem pendidikan yang mampu mengakomodasi kebutuhan mereka.  

“Diperlukan pendidik dengan kompetensi dan kreatifitas yang tinggi serta pemahaman keunikan setiap siswa,” ungkap Mudjitno. 

Selain itu dibutuhkan juga lingkungan pembelajaran kondusif, sarana prasarana pembelajaran dengan dukungan teknologi yang tepat guna menghargai setiap potensi siswa serta sistem evaluasi yang sedikit berbeda dengan siswa yang hanya mempunyai kekhususan tunggal.

Peserta ICEVI berharap konferensi ini mampu menghasilkan rekomendasi terkait dengan implementasi proses belajar mengajar MDVI di sekolah SLB. ICEVI juga mampu memperkenalkan model kurikulum khusus dan pelayanan khusus tahun 2014 yang baru dalam rangka meningkatkan mutu dan layanan pendidikan khusus. 

Serta saling berbagi pengalaman, kordinasi dan pengetahuan antar negara peserta melalui presentasi besat practices masing-masing negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement