Jumat 20 Sep 2013 17:07 WIB

FSGI: Temuan BPK Bukti UN Rusak Bangsa

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Djibril Muhammad
Sejumlah siswa mengikuti Ujian Nasional (UN) mata pelajaran Bahasa Indonesia di SDN Balimester 01, Jatinegara, Jakarta Timur, Senin (6/5).  (Republika/Prayogi)
Sejumlah siswa mengikuti Ujian Nasional (UN) mata pelajaran Bahasa Indonesia di SDN Balimester 01, Jatinegara, Jakarta Timur, Senin (6/5). (Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Temuan BPK terkait potensi kerugian negara pada proses lelang ujian nasional (UN) mencapai Rp 6,3 miliar, dinilai negatif Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).

Menurut Sekjen FSGI, Retno Listyarti, rekomendasi BPK itu terlalu soft. Namun, temuan ini menjadi momentum yang makin memperkuat UN memiliki daya rusak parah untuk masa depan bangsa ini.

"UN, merusak bangsa mulai dari mental nyontek sampai mental korup," ujar Retno kepada Republika, Jumat (20/9).

Menurut Retno, ia sangat paham kalau rekomendasi BPK terkait UN lemah. Sebab, mereka hanya berpikir teknis, bukan substansi. "Seharusnya, data BPK dilanjutkan ke KPK agar diselidiki," katanya menambahkan. 

Sikap FSGI terhadap UN, kata dia, sangat tegas. Yaitu, menolak UN sebagai penentu kelulusan hasil belajar siswa karena bertentangan dengan Pasal 58 UU 20/2003 tentang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) yang bahwa Evaluasi hasil belajar peserta didik di tangan pendidik dan satuan pendidikan, bukan di tangan negara.

"UN dalam UU Sisdiknas hanya sebagai pemetaan. Kalau sebagai pemetaan kualitas pendidkan, maka UN tak harus dilaksanakan setiap tahun dan tak harus di kelas ujung," katanya.

Retno pun, menyoroti masalah konvensi UN yang akan digelar Kemendikbud dalam waktu dekat. Menurut Retno, harusnya rekomendasi BPK menjadi salah satu masukan dalam konvensi UN.

"Tapi kan konvensi UN belum dimulai, menteri sudah merumuskan hasil dengan menyatakan konvensi tak akan membatalkan UN," katanya.

Artinya, menurut Retno, tak ada harapan perbaikan pendidikan pada rezim yang sekarang. Konvensi UN, digelar hanya untuk pemborosan uang rakyat. Namun, tak berorientasi semangat memperbaiki mutu pendidikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement