Jumat 05 Jul 2013 20:31 WIB

Tak Diterima di SMA, Siswa Difabel Mengadu ke Forpi Yogya

Rep: Yulianingsih/ Red: Djibril Muhammad
Penerimaan siswa baru (ilustrasi)
Foto: Antara
Penerimaan siswa baru (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Beberapa siswa difabel di Kota Yogyakarta mengadu ke Forum Pemantau Independen Indonesia (Forpi) Kota Yogyakarta, Jumat (5/7). Mereka tidak diterima di beberapa SMA saat mereka akan melanjutkan studi pada tahun ajaran 2013/ 2014 ini.

Beberapa siswa tunanetra dari Yayasan Kesejahteraan Tuna Netra Islam (Yaketunis) Yogyakarta didampingi bapak asuh asrama Yaketunis Masruri Abdullah, mengungkapkan kekecewaan mereka tidak bisa mengakses pendidikan lanjut di bangku SMA di Yogyakarta.

Para siswa tunanetra yang gagal mendaftarkan diri ke bangku SMA di Kota Yogyakarta tersebut antara lain, Fajar Baskoro Ajie, Rusdi Pesinta Bangun, Tio Tegar Wicaksono, Saifudin Fajar Al Mujadid. Mereka didampingi juga Tri Umaryadi (siswa tunanetra alumni SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta).

Menurut Masruri, anak asuhnya sudah mendaftar di beberapa SMA di Yogyakarta. Namun mereka tidak diterima lantaran tidak adanya Guru Pendamping Khusus (GPK) di sekolah tersebut.

"Rusdi dan Fajar sempat mendaftar ke SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta. Sedangkan Tio Tegar ke SMAN 1 Sewon Bantul. Ketiganya belum bisa diterima karena sekolah tersebut mengalami keterbatasan GPK," ujarnya di hadapan Forpi Kota Yogyakarta.

Sementara Saifudin, anak asuhnya yang lain langsung mendaftar ke MAN Maguwoharjo dan langsung diterima. "Anak asuh kami sempat kesulitan hingga akhirnya semua memilih MAN Maguwoharjo yang lokasinya sangat jauh dari asrama Yaketunis," katanya.

Menurutnya, pihaknya sudah melakukan komunikasi kepada pihak sekolah. Namun, pihak sekolah berdalih hanya memiliki satu GPK sehingga tidak bisa berbuat banyak. Bahkan, GPK tersebut hanya dibebani dua hari kerja dalam satu minggu. "Itu pun, (GPK) sering tidak hadir," jelasnya.

Oleh karena itu, dengan sangat terpaksa SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta pada tahun ini hanya mampu menerima 3 siswa tuna netra saja. Sedangkan tahun depan, diupayakan dapat menerima siswa tuna netra lebih banyak lagi sembari menyiapkan infrastruktur, termasuk penambahan GPK.

Koordinator Forpi Kota Yogyakarta, Winarta Hadiwiyono menjanjikan akan segera melakukan koordinasi dengan instansi terkait. Menurut dia, kendati GPK selama ini ditangani oleh Dinas Pendidikan di tingkat DIY, namun Kota Yogyakarta harus ikut andil.

Mengingat, banyak siswa tuna netra yang tinggal di Kota Yogyakarta, namun sekolah inklusi serta GPK masih sangat terbatas. "Kita akan lakukan koordinasi secepatnya," ujarnya.

Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, Edy Heri Suasana juga mengakui hal tersebut. Kendala utama yang dihadapi ialah keberadaan GPK. Sehingga, sebagai solusi awal, Edy mengimbau agar siswa tuna netra memilih sekolah yang memiliki GPK memadai.

"Semua sekolah di Kota Yogyakarta sedang kami siapkan menjadi sekolah inklusi. Tetapi memang bertahap karena tidak hanya GPK saja, tetapi seluruh instrumen di sekolah juga harus siap," katanya menegaskan.

Hingga saat ini kata dia, di Kota Yogyakarta baru terdapat 33 sekolah inklusi. Itu pun tersebar dari jenjang TK hingga SMA. Sehingga, kesulitan yang dialami para siswa tuna netra tersebut menjadi bahan evaluasi berharga bagi dinas.

Hanya saja, mencari serta mendidik guru spesialis atau GPK juga tidak mudah. Pasalnya, setiap GPK idealnya memiliki spesialisasi tertentu baik tuna netra, tuna daksa maupun tuna rungu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement