Rabu 08 May 2013 21:00 WIB

,Coba Mengerti Anak Dari Sisi Mereka

Rep: Niken Paramitha/ Red: Taufik Rachman
Para siswa SDN Kauman 1 Malang sedang aktif mengikuti story telling.
Para siswa SDN Kauman 1 Malang sedang aktif mengikuti story telling.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Matanya bekerjab-kerjab dan bibirnya terlihat bergetar, nampaknya anak lelaki berusia 11 tahun itu ingin mengucapkan sesuatu yang nampaknya sulit untuk diucapkan. Keadaan mencekam yang tercipta didalam rumah itu dipagi yang dingin membuat suasana tidak nyaman begitu mudah terungkap.

Sang ibu terlihat sibuk menyiapkan sarapan dengan tangan yang masih penuh remah-remah roti. Celemek lusuh yang sesekali diangkatnya untuk menyeka keringat. Wajah masam sang ibu dengan bibir yang tertekuk semakin menyiratkan kegelisahan, membuat sang anak  menjadi semakin merasa bersalah dan tidak enak hati atas apa yang terjadi di rumah itu.

Jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Meski 10 menit lagi ada kendaraan yang akan menjemput anak laki-laki itu ke sekolah tetap tak bisa membuatnya datang tepat waktu ke sekolah.  Kegelisahan yang semakin lama semakin memuncak dan diamnya sang ibu membuat anak lelaki kecilnya semakin cemas  dalam kebisuan yang menyakitkan bagi dirinya. Apalagi wajah sang ibu terlihat begitu masam dengan mulut cemberut tanpa suara sepatahpun.

Akhirnya, dengan tidak tertahan, sang anak menghampiri ibunya yang terlihat masih marah dalam diam. Dia mencoba untuk memeluk sang ibu namun dengan agak kasar ditepis tangan anaknya.  Kesalahan karena tak shalat subuh juga tak membuat PR matematika dari guru rupanya membuat sang ibu begitu marah. Semalam, si anak begadang karena menonton bola, inilah penyebabnya bangung kesiangan.

Ketika anaknya sekali lagi meminta maaf atas kesalahannya yang shalat subuh kesiangan karena nonton bola semalam, juga kekhilafannya karena tidak membuat PR matematika yang ditekankan oleh gurunya berkali kali, membuat sang ibu marah bukan kepalang, dan rasanya bagi si anak tidak ada maaf baginya.

Anak kecil itu kemudian berlari keluar rumah dan dengan wajah menahan marah serta mata berkerjab-kerjab menindas air mata yang hendak keluar. Sang anak bersumpah dalam hati akan membenci ibu yang telah menyakiti hatinya. Namun perasaan sayang dan cinta begitu kuat, sehingga sang anak tidak tahu kemana harus dilampiaskan perasaannya yang gamang itu.

Sungguh sedih, ketika seorang anak berbuat kesalahan yang cukup fatal dimata orang tuanya dan sang anakpun sebenarnya sudah memohon maaf dan mengakui kesalahannya namun seringkali karena seorang ibu merasa bahwa dirinya adalah penguasa bagi anaknya, maka dia mampu untuk berbuat apa saja.

Termasuk mau memaafkan atau tidak atau bahkan diam saja dengan cara yang membimbangkan hati anak pra-remajanya. Apalagi, bila sang ibu hafal hadist yang berbunyi, "Surga itu di bawah telapak kaki ibu."

Maka sang anak, seperti merasa terancam akhir hidupnya ditangan seorang ibu yang mencintainya sekaligus menjadi penguasa baginya..

Fifi.P.Jubilea

Founder and Conceptor of JISC

www.jakartaislamicschool.com

www.mamfifi.com

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement