Kamis 31 Jan 2013 19:26 WIB

Sekolah Eks RSBI Berstatus Sekolah Reguler

Rep: Fenny Melisa/ Red: Fernan Rahadi
Sejumlah siswi belajar di ruang kelas di Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). (ilustrasi)
Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Sejumlah siswi belajar di ruang kelas di Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menetapkan semua sekolah yang berstatus Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) diubah menjadi sekolah reguler.

Hal tersebut tertuang melalui Surat Edaran Nomor : 017/MPK/SE/2013 tentang Kebijakan Transisi RSBI, yang ditetapkan Mendikbud pada Rabu (30/1) yang ditujukan kepada para gubernur, bupati/walikota, kepala dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Nuh menuturkan kebijakan perubahan status tersebut merupakan hasil tindaklanjut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 5/PUU-X/2012, yang mengabulkan permohonan penghapusan dasar hukum penyelenggaraan RSBI.

"Sekolah reguler itu maknanya sekolah biasa. Selesaikan dulu. Nanti setelah itu pada saat menjelang tahun ajaran baru kita akan menetapkan bagaimana mengelola eks RSBI itu," kata Mendikbud Mohammad Nuh Kamis (31/1).

Pada surat tersebut Nuh menegaskan, semua papan nama, kop surat, dan stempel sekolah, yang menyebutkan atau menyatakan RSBI tidak dapat dipergunakan dalam proses administrasi atau menajemen sekolah.

"Adapun proses belajar mengajar mengacu pada standar nasional pendidikan (SNP) dan tetap berlangsung sampai akhir Tahun Pelajaran 2012/2013 sesuai dengan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS)," kata Nuh.

Terkait pembiayaan, lanjut Nuh, pemerintah provinsi/kabupaten/kota harus menyediakan anggaran untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu pada sekolah eks RSBI. "Sekolah tidak boleh menarik pungutan dari masyarakat yang terkait dengan program RSBI," kata Nuh.

Nuh menambahkan sekolah dapat menerapkan pengelolaan pembiayaan sekolah reguler dengan menaejemen berbasis sekolah dimana masyarakat dapat berpartisipasi  dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut.

"Pungutan itu memang tidak boleh, tetapi bukan berarti menutup sumbangan masyarakat, masyarakat boleh berpartisipasi," tegas Nuh.

Pada surat edaran tersebut juga diatur pembagian tanggung jawab baik pemerintah, pemerintah provinsi, maupun pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah tetap mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang efisien dan efektif. Selain itu, pemerintah juga melakukan pembinaan satuan pendidikan sesuai dengan SNP.

Adapun pemerintah provinsi/kabupaten/kota tetap bertanggung jawab membina sekolah eks RSBI. Semua dokumen penganggaran yang menggunakan nomenklatur RSBI agar dilakukan revisi. Pemerintah provinsi/kabupaten/kota juga wajib menyediakan anggaran sekolah untuk menjamin peningkatan mutu pendidikan di daerah masing-masing.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement