Rabu 09 Jan 2013 18:52 WIB

Sistem RSBI Dinilai Masih Diperlukan

 Aksi unjuk rasa menolak  Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta.
Foto: Republika/Prayogi
Aksi unjuk rasa menolak Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penghapusan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang dikeluarkan Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, menurut Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari menilai sistem pendidikan RSBI masih tetap diperlukan. Terlebih bagi sejumlah siswa yang cerdas. Karena itu, ia meminta, penghapusan yang merupakan dampak dari keputusan MK tersebut dilakukan hanya terkait aspek diskriminatif sistem RSBI.

"Sistem RSBI tetap diperlukan, hanya aspek diskriminatifnya saja yang dihapuskan misalnya soal bea studi yang dibebankan kepada siswa sehingga hanya siswa dari keluarga tertentu dengan kemampuan finansial tertentu saja yang bisa diterima," ujar Hajriyanto saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (9/1).

Dia mengatakan apabila Putusan MK semata-mata mendasarkan pandangannya pada demokrasi atau persamaan hak bagi setiap warga negara sebagaimana yang ditegaskan dalam UUD 1945 maka keputusan tersebut tampak sangat konstitusionalis. Dalam perspektif tersebut dia menyatakan sependapat dan menghormati keputusan MK.

Namun dia menekankan sudah bukan rahasia apabila ada yang mempelesetkan istilah SBI yang seharusnya Sekolah Bertaraf Internasional menjadi Sekolah Bertarif Internasional. Hal itu menurutnya tidak memberikan kesempatan yang sama kepada setiap warga negara.

Oleh karena itu menurut dia MK tidak bisa menutup mata sama sekali dengan fakta bahwa terdapat anak-anak bangsa yang memiliki tingkat kecerdasan istimewa atau ber-IQ super dan genius. Anak-anak bangsa jenis tersebut menurut dia terdapat dalam jumlah yang signifikan sehingga diperlukan format pendidikan khusus.

"Maka menurut saya tidak perlu SBI dilikuidasi secara kategoris dan 'in toto' seperti itu, melainkan aspek-aspek diskriminatif secara finansial dari SBI saja yang perlu dihapuskan dan dibenahi, sehingga tidak perlu dihapuskan secara 'in optima forma' seperti itu. Rasanya keputusan itu terlalu romantis dan sentimentil," ujar dia.

Sebelumnya, MK memutuskan mengabulkan permohonan penghapusan RSBI di sekolah-sekolah pemerintah karena bertentangan dengan UUD 1945 dan merupakan bentuk liberalisasi pendidikan.

"Ini merupakan bentuk baru liberalisasi dan dualisme pendidikan serta berpotensi menghilangkan jati diri bangsa dan diskriminasi adanya biaya yang mahal," kata Ketua MK Mahfud MD saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (8/1).

MK mengabulkan permohonan sejumlah orang tua murid dan aktivis pendidikan untuk menguji pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sitem Pendidikan Nasional yang tidak bisa mengakses satuan pendidikan RSBI dan Sekolah Berstandar Internasional (SBI) karena mahal.

Orang tua murid yang mengajukan 'judicial review' adalah Andi Akbar Fitriyadi, Nadia Masykuria dan Milang Tauhida bersama sejumlah aktivis pendidikan yaitu Juwono, Lodewijk F Paat, Bambang Wisudo dan Febri Antoni Arif.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement