Jumat 07 Dec 2012 14:44 WIB

Pendidikan Indonesia Disarankan Meniru Jerman

Dedi Gumelar
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Dedi Gumelar

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Anggota Komisi X DPR RI Dedi Gumelar menilai paradigma pendidikan Indonesia sudah seharusnya diubah. Hal itu terkait tuntutan atau perkembangan zaman masa kini.

"Tidak semua anak-anak yang sekolah itu harus meneruskan di perguruan tinggi, tetapi juga harus ada yang didik menjadi ahli dalam bidangnya masing-masing," katanya saat kunjungan kerja (kunker) di Kota Surakarta di Solo, Jumat (7/12).

Ia menilai kebijakan Pemerintah Kota Surakarta terkait dengan penerapan 'Kota Vokasi' sudah tepat. Hal itu, katanya, seperti dilakukan Jerman. Para pelajar Jerman tidak semua harus meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi.

"Pemerintah Jerman itu hanya memberikan kuota 25 persen pelajar yang boleh meneruskan di perguruan tinggi dan sisanya dididik dalam keahlian khusus, baik bidang mesin, elektro, dan lain-lain," katanya.

Ia menjelaskan penerapan 'Kota Vokasi' akan mengurangi pengangguran karena anak-anak memiliki keahlian masing-masing yang bisa dikembangkan untuk menciptakan lapangan kerja.

"Ya saya kira sekarang ini tidak ada salahnya kalau anak-anak yang belajar itu, tidak semuanya diarahkan untuk meneruskan di perguruan tinggi, tetapi juga harus ada yang dididik diberikan berbagai keahlian dalam bidangnya masing-masing," katanya.

Pada kesempatan itu ia mengaku bahwa pada masa lalu dirinya sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Akan tetapi, kemudian memilih keluar dari pekerjaan sebagai PNS dan membentuk grup lawak.

"Anak-anak saya sekarang juga sudah saya didik untuk diberikan keterampilan baik itu musik atau yang lainnya, agar nanti kelak bisa dijadikan bekal hidup yang tidak saja menggantungkan kepada orang lain," kata Dedi Gumelar yang berasal dari Fraksi PDI Perjuangan itu.

Menyinggung mengenai masalah perubahan kurikulum pendidikan, Dedi mengatakan sebagai langkah yang baik. Akan tetapi, katanya, perubahan kurikulum pendidikan harus dipikirkan juga mengenai masalah sumber daya manusia, utamanya tenaga pengajar.

Ia mengatakan hingga saat ini di Indonesia terdapat 2,9 juta guru dengan kemampuan SDM yang belum merata. "Maka apabila akan memberlakukan kurikulum baru, tenaga pengajar ini harus ditingkatkan dulu SDM-nya," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement