Selasa 19 Jun 2012 14:45 WIB

Wahai Guru, Menulislah!

Ilustrasi Wahai Guru Menulislah
Foto: Asep Sapa'at
Ilustrasi Wahai Guru Menulislah

Semua orang, tanpa kecuali, memiliki pengalaman hebat dalam hidup. Masalah yang paling mudah kita tulis adalah apapun yang kita yakini, kita alami, dan kita rasakan. 

Manfaat terbesar dari menulis yaitu "mengikat" momen-momen mengesankan dalam hidup. Bagi guru, menulis dapat bermanfaat untuk banyak hal. Menulis catatan harian secara konsisten merupakan hal yang paling mudah dilakukan. Pengalaman terbaik dan drama hidup menggetirkan menjadi guru, dapat ditumpahkan di catatan harian. “Keeping your own teaching journal is one strategy for stimulating reflection and self-evaluation" (Elizabeth F. Shores & Cathy Grace, 1998).

Tulisan yang terdokumentasikan merupakan senjata ampuh bagi proses evaluasi diri. Utamanya, guru dapat bercermin untuk memperbaiki diri lewat catatan harian mengenai pergulatan hidup dan pengalaman mengajar.

Menulis catatan harian adalah jembatan untuk dapat menulis formal. Guru tak dapat mengelak jika dituntut harus dapat menulis karya ilmiah, modul, atau tulisan formal lainnya. Data dari Badan Kepegawaian Nasional (2005) bisa dijadikan gambaran. Guru Golongan IV-A kesulitan naik pangkat karena tidak dapat menulis karya ilmiah sebagai persyaratan kenaikan pangkat.

Menulis catatan harian jelas sangat berbeda dengan menulis formal. Ala bisa karena biasa. Terbiasa menulis catatan harian merupakan modal utama menulis formal. Faktor kebiasaan mencurahkan gagasan, kejujuran bertutur, kebebasan berekspresi, merupakan pengalaman berharga yang akan didapat dari aktivitas menulis catatan harian. 

Tak dapat dibayangkan jika setiap guru di Indonesia produktif menulis. Menulis apa saja. Menulis catatan harian, karya ilmiah, bahkan autobiografi mereka sekalipun.

Setiap guru dapat belajar satu sama lain lewat gagasan dan pengalaman yang mereka tulis. Masalah satu guru diungkap lewat tulisan dan dipublikasi di berbagai media informasi (buku, koran, majalah, internet, dsb). Guru lain membaca dan punya solusi, solusinya ditulis dan disebar di media informasi. Ada juga guru yang membaca saja, dan mereka juga belajar dari tulisan yang dibacanya. Itulah bagian penting dari proses pengembangan profesionalitas guru yang hakiki, saling belajar untuk menjadi profesional sejati.

Mengubah paradigma membaca dan menulis adalah keharusan. Membaca, berarti menemukan sumber informasi dan inspirasi yang bermakna, untuk dapat digunakan dalam menjalankan profesi guru. Menulis, berarti secara jujur dan benar, menyampaikan semua masalah dan pengalaman terbaik selama berkiprah menjadi guru.

Dengan tulisan, dunia akan tahu semua masalah yang dihadapi guru. Dengan tulisan, semua akan tahu peran penting guru dalam membangun peradaban dunia. Dengan teriakan, ruangan akan terguncang. Namun, dengan tulisan, dunia yang akan terguncang. 

Sekarang, pilihan ada di tangan guru. Menulis sekarang atau tidak sama sekali. Tidak ada hari esok jika tidak dimulai hari ini. Selamat menulis wahai guru...

Asep Sapa'at

Teacher Trainer di Divisi Pendidikan Dompet Dhuafa

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement