Selasa 03 Jan 2012 19:40 WIB

Pendidikan, Hidup, dan Menggerakkan

Ilustrasi
Foto: Antara
Ilustrasi

Tiba-tiba saya teringat dengan peribahasa, ‘Berguru kepalang ajar bagai bunga kembang tak jadi’. Menuntut ilmu, dimana pun tempatnya, siapa pun gurunya, manfaatnya akan terasa hanya jika ilmu itu dipahami dengan seluruh kesadaran diri dan diamalkan dalam kehidupan. Jika tidak begitu, memang ilmu takkan pernah membawa manfaat dan pengaruh baik pada pribadi kita. Jika ada dokter masih doyan merokok, pelajar hobinya tawuran, oknum guru memanipulasi ijazah demi lulus sertifikasi, penguasa berkhianat pada rakyat, koruptor terdidik semakin meruyak di seantero negeri, sungguh sebuah ironi. Benarkah mereka semua sudah berguru?

Manusia dijuluki animal educandum dan animal educandus sekaligus, yaitu makhluk yang dididik dan makhluk yang mendidik. Mendidik, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), artinya memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.

Pernah mendengar istilah lifelong education? Ya, itulah pendidikan sepanjang hayat, dari mulai buaian hingga liang lahat. Manusia akan selalu terlibat dalam proses pendidikan, dididik maupun mendidik sesamanya. Pendidikan seperti apa yang bisa membuat manusia cerdas pikirannya sekaligus mulia akhlak perbuatannya?

Sekolah, pesantren, kampus, sudahkah melakukan proses pendidikan? Jika ukurannya ketersediaan ruang belajar, adanya kurikulum, adanya kegiatan belajar mengajar, adanya tes hasil belajar, kita bisa asumsikan pendidikan telah berlangsung di tempat-tempat tersebut. Tapi, mari berpikir lebih kritis, itukah yang namanya pendidikan?

Pendidikan, proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik (KBBI). Ada 2 hal yang membetot perhatian penulis, yaitu proses pengubahan sikap dan usaha mendewasakan manusia.

Sikap, wujud nyata dari beragam pilihan cara berpikir. Benar atau keliru cara berpikirnya, itu akan sangat menentukan sikap dan perilakunya. Secara tersirat, pendidikan mestinya harus mampu melakukan transfer pengetahuan sekaligus mentransmisi nilai-nilai baik dalam kehidupan. Orang tak cukup diajarkan suatu ilmu pengetahuan, tapi dididik untuk memegang teguh prinsip agar ilmu itu bermanfaat bagi diri dan lingkungan sekitarnya. Bukan sebaliknya, jadi orang pintar yang lihai ‘minterin’ orang.

Tua itu pasti, dewasa adalah pilihan. Anak seusia SD gemar sekali menabung, kok orang separuh baya tak pernah bisa menabung karena tergoda tuk menghisap sebungkus rokok. Alamak, sudah tua tapi masih tak paham manfaat menabung. Merokok itu membahayakan kesehatan bung, tapi tetap saja masih ada orang tua yang mengabaikannya. Andai orang tua itu pernah lulus sekolah dasar sampai perguruan tinggi, mengapa dia masih bersikap seperti itu?

Sepanjang sejarah peradaban kehidupan manusia, tak ada orang yang dewasa dengan sendirinya, tak ada orang yang jujur dengan sendirinya, tak ada orang yang cerdas dengan sendirinya. Mereka butuh proses, mereka mesti berproses, dan pendidikan menjadi proses untuk memanusiakan manusia dalam menemukan jati dirinya.

Pendidikan memberikan ruh dalam perjalanan hidup manusia. Manusia akan menjadi orang yang tak sekedar tahu suatu ilmu, tapi paham untuk apa ilmu itu digunakan. Tak sekadar paham ilmu, tapi meresapi ilmu itu dengan menerapkannya dalam kehidupan keseharian. Tak sekadar merasakan manfaat suatu ilmu untuk konsumsi pribadi saja, tapi disebarkan kepada orang lain yang belum berilmu. Ilmu membuat hidup manusia semakin hidup.

Pendidikan, tidak sedang berfokus membicarakan persoalan hari ini saja. Pendidikan, mesti menjawab persoalan masa depan. Teringat pesan guru kehidupan, Erie Sudewo, yang pernah berujar, ‘Belajar terus tanpa bertindak, nol besar. Bertindak tanpa belajar, itu-itu saja. Tidak belajar & tidak bertindak, penganggur seumur hidup. Bertindak & belajar, itulah pembelajar sejati’.

Pembelajar sejati, hidupnya akan selalu bisa beradaptasi dengan perubahan. Mereka kuat memegang prinsip-prinsip hidup. Mereka akan selalu bergerak untuk menjalani fitrahnya, yaitu menemukan jawaban atas segala rasa keingintahuannya. Jika pendidikan telah berhasil memampukan manusia untuk tidak pernah berhenti berpikir, tidak pernah berhenti belajar, dan tidak pernah berhenti bertindak, maka itulah hakikat pendidikan yang sesungguhnya, hidup dan menggerakkan perubahan.

Asep Sapa'at

Teacher Trainer di Divisi Pendidikan Dompet Dhuafa

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement